Menteri P2MI Puji Profesionalitas LPK Khusus Luar Negeri di Metro

--
LAMPUNGNEWSPAPER.COM--Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding melakukan kunjungan kerja ke Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) Jiema Japan Indonesia, salah satu LPK khusus luar negeri di Kota Metro. Dia memuji profesionalitas pihak pelatih tenaga kerja.
Kunjungan tersebut diinisiasi sebagai bentuk perhatian pemerintah pusat terhadap kesiapan lembaga pelatihan, dalam mencetak calon tenaga kerja migran yang kompeten dan berdaya saing, khususnya untuk penempatan di Negeri Sakura, Jepang.
Abdul Kadir menyampaikan apresiasi terhadap kondisi dan kualitas pelatihan yang diberikan oleh LPK Jiema. Ia menilai, fasilitas pelatihan sudah tertata dengan baik, bersih, dan rapi, sementara peserta pelatihan juga telah dibekali kemampuan bahasa Jepang level N5 secara cukup dan memadai. Menurutnya, model pelatihan seperti ini perlu diperbanyak di daerah-daerah lain.
“Pertama, saya titip jaga nama baik bangsa. Satu orang melakukan pelanggaran, dampaknya bisa ke kuota daerah, bahkan citra negara kita. Kedua, kuasai bahasa. Ketiga, motivasi diri bahwa berangkat ke luar negeri bukan hanya bekerja, tapi juga belajar dan memperkuat keterampilan. Pulangnya nanti bisa jadi pengusaha. Istilahnya, berangkat sebagai migran, pulang sebagai juragan,” kata Abdul Kadir, Kamis, 15 Mei 2025.
BACA JUGA:Operasi Pekat Krakatau, Polisi Sita Tuak Puluhan Liter di Metro Utara
BACA JUGA:IAIN Metro Jadi Tuan Rumah KKN Melayu Serumpun 17 PTKIN se-Sumatera
Ia juga menekankan, pentingnya integrasi antara pelatihan bahasa dan keterampilan teknis, agar pekerja migran Indonesia tidak hanya sekadar bekerja di luar negeri, tetapi memiliki kompetensi unggul yang bisa diandalkan.
Dia menitipkan pesan kepada para peserta pelatihan, agar menjaga nama baik bangsa, menguasai bahasa, dan memanfaatkan masa kerja di luar negeri sebagai momentum peningkatan kapasitas diri.
Abdul Kadir juga menyoroti persoalan klasik, terkait penyamaran praktik kerja di bawah skema magang yang berkepanjangan, yang berdampak pada rendahnya upah tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Ia menegaskan, pemerintah tengah mengupayakan regulasi baru yang lebih tegas, agar masa magang tidak melebihi waktu yang semestinya.
“Magang itu latihan, bukan kerja. Kalau sampai empat tahun, itu bukan magang, tapi bekerja. Seharusnya digaji sesuai standar kerja. Idealnya, magang maksimal enam bulan. Ini sedang kami dorong dalam revisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia," bebernya.
"Salah satu poin penting yang akan diatur adalah batas maksimal durasi magang yang diperbolehkan secara hukum, agar tidak ada lagi praktik berkedok pelatihan namun sebenarnya mempekerjakan dengan upah murah,” tandasnya. (Qqi)
Sumber: