PPIH: Penempatan Jamaah Haji Berbasis Syarikah bukan Kloter

--
ARABSAUDI, LAMPUNGNEWSPAPER.COM--Penempatan jemaah haji Indonesia di Makkah dilakukan berbasis pada Syarikah, bukan kelompok terbang (kloter).
Ketua Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi Muchlis M Hanafi menegaskan pendekatan ini dilakukan agar proses mobilisasi dan layanan saat puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) berjalan optimal.
Untuk tahun ini, ada delapan Syarikah yang melayani jemaah haji Indonesia, yaitu: Al-Bait Guest yang melayani 35.977 jemaah, Rakeen Mashariq (35.090), Sana Mashariq (32.570), Rehlat & Manafea (34.802), Alrifadah (20.317), Rawaf Mina (17.636), MCDC (15.645), dan Rifad (11.283). Tujuannya, memudahkan pengendalian dan memperjelas koordinasi di lapangan, serta memastikan jemaah haji Indonesia mendapatkan layanan optimal dan tertata.
“Penempatan jemaah berbasis Syarikah di Makkah pada tahun ini, sangat urgen dan penting untuk menyukseskan layanan jemaah saat puncak haji di Armuzna. Penempatan jemaah haji Indonesia di Makkah berbasis syarikah mempertimbangkan proses pergerakan dan layanan kepada jemaah saat di Armuzna,” sebut Muchlis M Hanafi di Madinah, Kamis (15/5/2025).
BACA JUGA:Bupati Lamtim Ela Siti Nuryamah Lepas 387 Jamaah Calon Haji
BACA JUGA:Ratusan Calon Jamaah Haji Pesawaran Resmi di Berangkatkan
Jemaah haji Indonesia diberangkatkan dalam dua gelombang. Gelombang pertama, jemaah mendarat di Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz (AMAA) Madinah. Di kota Nabi, penempatan jemaah dilakukan tetap berbasis kelompok terbang atau kloter.
“Pemberangkatan jemaah dari Madinah ke Makkah dikelompokkan berbasis Syarikah. Ketika akan pulang ke tanah air, mereka akan dikembalikan pada kloter awal saat berangkat,” papar Muchlis M Hanafi.
Untuk jemaah haji yang berangkat pada gelombang kedua, mereka akan mendarat di Bandara King Abdul Aziz International Airport (KAAIA) Jeddah. Dari bandara, jemaah diberangkatkan dengan bus berdasarkan Syarikah sesuai basis penempatan hotel di Makkah.
“Layanan di Makkah berbasis Syarikah ini linear dengan pola pergerakan jemaah dari Makkah menuju Arafah, Muzdalifah dan Mina, serta layanan di dalamnya. Sehingga pengelompokkan berbasis Syarikah ini penting dalam rangka menyukseskan pelaksanaan puncak haji di Armuzna,” sebut Muchlis M Hanafi.
Disinggung terkait dampak pendekatan ini yang mengakibatkan ada sejumlah pasangan suami istri atau anak dan orang tua atau pendamping dengan lansia dan disabilitas yang terpisah karena beda Syarikah, Muchlis M Hanafi menjelaskan bahwa pihaknya terus berusaha melakukan mitigasi agar implikasinya bisa diminimalisir.
Langkah yang dilakukan, kata Muchlis M Hanafi, antara lain melakukan identifikasi berbasis data terkait jemaah terdampak. Secara umum, jemaah yang tahun ini berangkat bersama pasanganya, tidak terpisah oleh pendekatan kloter berbasis syarikah. Demikian juga dengan anak dan orang tua atau disabilitas dengan pendampingnya, secara umum mereka tetap bersama atau tidak terpisah baik saat di Madinah maupun Makkah.
“Memang ada pasangan suami istri yang terpisah, orang tua yang terpisah dengan anaknya, serta ada juga beberapa jemaah disabilitas yang terpisah dengan pendampingnya. Ini terus kita mitigasi agar dampaknya bisa diminimalisir dan jemaah tetap nyaman dalam beribadah,” paparnya.
“Sebagai bagian dari proses mitigasi, hal ini juga kita bahas dengan pihak Arab Saudi agar bisa didapat solusi terbaik,” sambungnya.
Sumber: