Kehadiran Ditjen Pesantren Dinilai Bawa Kualitas Baru bagi Tata Kelola Pesantren

Kehadiran Ditjen Pesantren Dinilai Bawa Kualitas Baru bagi Tata Kelola Pesantren

Kehadiran Ditjen Pesantren Dinilai Bawa Kualitas Baru bagi Tata Kelola Pesantren--

BANDARLAMPUNG, LAMPUNGNEWSPAPER – Kehadiran Direktorat Jenderal Pesantren dinilai akan membawa kualitas baru dalam pelayanan pemerintah terhadap dunia pesantren, terutama dalam aspek tata kelola, regulasi, dan penguatan sumber daya manusia. 

Hal tersebut disampaikan Kasubdit Pendidikan Salafiyah dan Kajian Kitab Kuning, Dr. Hj. Yusi Damayanti, SE, AK., M.M., yang hadir mewakili Dirjen Pendidikan Islam pada Halaqah Penguatan Kelembagaan Pendirian Ditjen Pesantren di UIN Raden Intan Lampung, Sabtu (15/11/2025)

Menurutnya, kebutuhan akan tata kelola pesantren yang kuat kini semakin mendesak. “Kehadiran Ditjen Pesantren akan membawa kualitas baru dalam pola pelayanan pemerintah, mulai dari tata kelola manajerial, regulasi, penguatan SDM, hingga kolaborasi dengan berbagai sektor pembangunan,” ujarnya.

Dalam sambutannya, Dr. Yusi menyampaikan rasa syukur atas terselenggaranya rangkaian penguatan kelembagaan pendirian Ditjen Pesantren yang berlangsung di 14 UIN se-Indonesia. 

“Alhamdulillah, dalam rangka penguatan kelembagaan pendirian Direktorat Jenderal Pesantren ini, saat ini sedang dilaksanakan di 14 UIN dan nanti akan ditutup pada tanggal 27 November 2025 di Jakarta,” katanya.

Ia mengapresiasi UIN Raden Intan Lampung yang menjadi tuan rumah dan turut membantu menghadirkan para peserta halaqah.

Dr. Yusi kemudian menguraikan sejarah panjang pesantren sebagai lembaga pendidikan asli Indonesia. Ia menyebut keberadaan pesantren telah tumbuh sejak abad ke-10 di Aceh.

 “Dari sejak pertama kali pesantren berdiri di Aceh, konon di tahun 900-an masehi, lalu di abad 1400 berdiri Pesantren Al-Kahfi di Kebumen yang masih eksis hingga hari ini,” jelasnya.

Ia menegaskan bahwa pesantren juga berperan besar dalam perjuangan kemerdekaan. Sepanjang tahun 1800 hingga 1900, terdapat lebih dari seratus perlawanan terhadap penjajah yang dipimpin kiai pesantren dan mursyid tarekat. 

“Ini membuktikan bahwa pesantren sudah aktif melawan penjajah demi kemerdekaan Indonesia,” tegasnya.

Momentum historis lainnya adalah resolusi jihad yang dicetuskan KH Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945. 

“Revolusi jihad inilah yang membakar semangat anak bangsa sehingga dengan gagah berani tanpa rasa takut, mereka bersatu melakukan perlawanan kepada kolonial yang ingin kembali menjajah Indonesia. Dan untuk mengenang perjuangan para santri tersebut, ditetapkan sebagai Hari Santri oleh Presiden Joko Widodo,” jelasnya.

Dr. Yusi juga menjelaskan landasan regulatif yang mengatur pesantren di Indonesia. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 menegaskan tiga fungsi utama pesantren yaitu pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat. Namun perbedaan karakteristik pesantren dibanding satuan pendidikan lain membuat adanya kesenjangan kelembagaan yang perlu dijembatani. Karena itu, pembentukan Ditjen Pesantren dinilai sangat strategis.

Ia memaparkan bahwa jumlah pesantren di Indonesia mencapai 42.369 lembaga, dengan santri mencapai 6.267.741 orang. Jumlah besar ini menuntut tata kelola yang lebih sistematis. 

Sumber:

Berita Terkait