Yang jadi pertanyaan kemudian adalah, apa pengaruh dan dampaknya bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh atau APBA 2025?
Ketua Umum Forum Jurnalis Aceh (FJA) Muhammad Saleh, berpendapat. Secara khusus, pemerintah baru Aceh dibawah komando H. Muzakir Manaf (Mualem) dan Fadhullah alias Dek Fadh, harus melakukan efisiensi anggaran daerah. Caranya, dengan melakukan pengurangan belanja operasional, khususnya SPPD, ATK dan lainnya.
"Ini sesuai perintah Inspres Presiden Prabowo tadi dengan memotong SPPD (50%), penghematan cetak, ATK, dan lainnya. Tentu, langkah ini akan mengurangi pengeluaran operasional di setiap SKPD. Sebaliknya, kebijakan ini juga bisa berdampak pada efektivitas pelayanan kepada publik jika tidak dikelola dengan baik,"urai Shaleh sapaan akrabnya.
Karena itulah, pemerintahan Mualem-Dek Fadh pada tahun 2025 menurut Shaleh, harus fokus pada fungsi utama satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Artinya, para SKPD hanya menjalankan tugas utamanya. Ini berarti program-program tambahan atau inovasi yang tidak relevan dengan tugas pokok, harus dihentikan.
Ke dua, terjadinya penghapusan DAU pada sektor infrastruktur atau pekerjaan umum dan pemotongan DAK Fisik 50 persen. Diakui atau tidak ungkap Shaleh, akan langsung berdampak pada proyek-proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Aceh seperti jalan, jembatan, dan fasilitas publik lainnya.
“Maka, bukan tidak mungkin, proyek-proyek besar di Aceh akan tertunda. Karena infrastruktur adalah salah satu sektor terbesar dalam anggaran daerah. Makanya, pengurangan ini dapat menyebabkan proyek strategis nasional di Aceh terhenti atau mungkin juga akan berjalan lambat,”sebut dia.
Ke tiga, Inspres No: 1/2025 juga melakukan pengurangan Dana Bagi Hasil (DBH). Dampak akan terjadi krisis likuiditas di Aceh. Artinya, jika dana bagi hasil yang kurang transfer, maka tidak ditransfer lagi. Akibatnya, Aceh akan mengalami kekurangan pendapatan secara signifikan.
Hal ini akan memengaruhi pembiayaan rutin daerah, terutama sektor yang bergantung pada DBH seperti pendidikan dan kesehatan. Karena itu diperlukan penyesuaian besar yaitu, Aceh harus mencari sumber pendapatan alternatif atau melakukan efisiensi besar-besaran untuk menutupi defisit akibat pengurangan ini.
Ke empat khusus mengenai pemotongan dana Otsus. Nah, jika Aceh dipotong atau mendapat Rp 250 miliar pada tahun 2025, maka sangat berpengaruh pada program strategis. Sebab, selama ini dana Otsus digunakan untuk program khusus seperti pendidikan, kesehatan, dan pengentasan kemiskinan.
“Pemotongan Rp250 miliar atau lebih akan memaksa Aceh untuk merevisi skala prioritas pada tiga sektor tadi. Dan ini menjadi tantangan bagi tim penyusunan RPJM pemerintahan Mualem-Dek Fadh yang sedang bekerja saat ini,” ungkap Shaleh.
Lalu, muncul juga dampak sosial dan ekonomi sebagai akibat dari efisiensi atau berkurangnya dana untuk pelayanan publik. Ini juga dapat berdampak pada kualitas layanan publik jika tidak diimbangi dengan manajemen yang baik.
Selain itu, akan memunculkan pengangguran dan perlambatan ekonomi, karena proyek infrastruktur yang terhambat, sehingga dapat mempengaruhi sektor ketenagakerjaan dan aktivitas ekonomi lokal, yang sebagian besar bergantung pada belanja pemerintah.
Lantas, peluang dan langkah strategis apa yang harus dilakukan Mualem-Dek Fadh pada tahun pertama menjalankan roda Pemerintah Aceh? Pertama kata Shaleh, tentu saja melakukan optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Mualem-Dek Fadh harus lebih kreatif dalam menggali sumber-sumber PAD, seperti pariwisata, investasi, atau pengelolaan sumber daya alam.
Ke dua, melakukan efisiensi belanja Non-Prioritas seperti, pemotongan pengeluaran SPPD dan ATK yang perlu dikelola secara strategis. Tujuannya, memastikan bahwa efisiensi ini tidak mengganggu pelayanan esensial.
Ke tiga, penguatan dana Desa dan CSR (Corporate Social Responsibility). Dalam kondisi terbatas, program berbasis dana desa atau CSR dari perusahaan lokal, dapat menjadi alternatif untuk membiayai proyek kecil.
Itu sebab, Mualem-Dek Fadh harus menyusun ulang prioritas anggaran, khususnya yang fokus pada kebutuhan utama dan program prioritas, sambil mencari sumber pendapatan alternatif, baik dari PAD maupun kolaborasi dengan sektor swasta.