Soal Hotel Aidia Grande, Wakil Ketua Komisi I DPRD Kota Metro : Ada Pelanggaran

Soal Hotel Aidia Grande, Wakil Ketua Komisi I DPRD Kota Metro : Ada Pelanggaran

dugaan pelanggaran pendirian bangunan di atas saluran anak sungai, di kawasan perhotelan Aidia Grande.--M.Ricardo

METRO,LAMPUNGNEWSPAPER - Wakil Ketua Komisi 1 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Metro, Indra Jaya mendesak Pemerintah Kota (Pemkot) Metro mengkaji ulang dugaan pelanggaran pendirian bangunan di atas saluran anak sungai, di kawasan perhotelan Aidia Grande.

Sebelumnya, Manajer Teknik Hotel Aidia Grande, Mustika Sondhi mengungkapkan, pihak hotel telah melakukan perubahan bentuk dan ukuran pada jaringan anak sungai yang terletak di kawasan perhotelan.

Hal itu dilakukan sesuai petunjuk dan arahan dari dinas teknis terkait, yang mana kemudian, menurutnya kondisi fasilitas umum Hotel Aidia Grande sudah diubah itu disalahartikan oleh sejumlah pihak, sebagai bentuk pelanggaran terhadap regulasi yang mengatur pendirian bangunan di Daerah Aliran Sungai (DAS).

Menanggapi alasan perubahan bentuk dan ukuran anak sungai yang menyebabkan Hotel Aidia Grande terperosok, hingga diduga melanggar aturan.

Indra Jaya menegaskan, baik pihak manajemen hotel maupun pemerintah harus melibatkan pihak-pihak yang kompeten dan berlisensi untuk mengkaji dampak lingkungan. Terlepas dari hal itu, pelanggaran tetap terjadi dan aturan harus ditegakkan.

“Kita gak pernah menghalangi orang atau perusahaan untuk berusaha, atau berinvestasi ya. Kita cuma mau, kalau ada pelanggaran ditindak. Ya harusnya juga, dilibatkan tim teknis yang memang punya kompetensi dan berlisensi, dalam mengkaji dampak di situ. Bukan malah mengira-mengira, kemudian melakukan perubahan bentuk pada jaringan infrastruktur tersebut, yang mana enggak juga membuat banjir terselesaikan,” kata Indra Jaya saat dihubungi melalui panggilan suara, Kamis, 2/11/2023.

BACA JUGA: 3 Tersangka Pelajar Tawuran di Bandarlampung Status DPO, Polda Respon Cepat


“Di luar dampaknya, kan sekarang kondisinya sudah begitu, ada peraturan yang dilanggar. Maka, timbullah soal penegakan aturan. Masak soal administratif begitu saja kok enggak beres-beres, berlarut sampai hitungan tahunan kan. PUTR kenapa tutup mata soal ini?,” timpalnya.

Politisi Partai Golkar itu fokus membidik soal pelanggaran terhadap regulasi yang mengatur pendirian bangunan di DAS.

Menurutnya, di sisi jaringan anak sungai itu seharusnya ada garis sempadan yang terbebas dari bangunan-bangunan dalam bentuk apa pun, karena lahan tersebut merupakan kewenangan pemerintah.

“Di situ seharusnya ada garis sempadan. Tidak boleh ada konstruksi apa pun di sempadan. Lo, mengapa dilakukan perubahan bentuk, tapi malah menyelisihi aturan? Ada apa? Gimana dengan aturan-aturan kan, kok enggak diindahkan,” cetusnya.

Lain pihak, Kepala Bidang (Kabid) Pengairan Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Kota Metro, Nurmanto menjelaskan pihaknya tengah mengkaji solusi pengentasan banjir di area perhotelan tersebut. Sementara itu, Kabid Bina Marga Dinas PUTR Kota Metro, Dadang, tidak merespons saat dikirimi pesan WhatsApp.

BACA JUGA:Kembali, Pelaku Curas Diamankan Jajaran Polres Lampung Utara

“Betul apa yang dikatakan Pak Kadis, kami lagi mencari solusi. Soalnya kami masih mencari solusi, khususnya untuk pengendalian banjirnya. Nanti kalau ada perkembangan baru, saya infokan. Nanti saya kabari ya,” tulis Nurmanto lewat pesan singkat WhatsApp.

Dari data yang dihimpun Lampung Newspaper, diketahui terdapat sederet regulasi terkait pendirian bangunan di DAS. Seperti tertuang di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Sungai, kemudian, Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2004 tentang Pengairan.

Bahkan, dalam UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, terdapat sanksi tegas berupa ancaman pidana bagi pelanggar pembangunan di daerah aliran sungai (DAS). Seperti pada Pasal 25 Huruf b dan d, serta pada Pasal 36, disebutkan bagi orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan kerusakan air dan prasarananya dan pencemaran air, diancam pidana paling lambat 3 tahun, paling lama 9 tahun, dengan denda paling sedikit Rp 5 miliar dan paling banyak Rp 15 miliar.

Kemudian, pada Pasal 40 Ayat 3 yang juga disebut bila sengaja melakukan kegiatan konstruksi prasarana sumber daya untuk kebutuhan usaha tanpa izin, dapat dipidanakan 3 tahun penjara dengan denda Rp1 miliar hingga Rp5 miliar.  (MRC)

Sumber: