Lapor Ketua KPK, Bendungan Way Sekampung Diduga Sarat Korupsi, Ini Alasannya
Pembangunan mega proyek bendungan Way Sekampung di Kabupaten Pringsewu yang dibawah satuan kerja Balai Besar Wilayah Sungai Sekampung (BBWSS) Direktorat Jendral Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PU-Pera) diduga sarat menjadi lahan korupsi oknum tidak bertanggungjawab. Pasalnya pembangunan tidak membeli material batu. Untuk itu penegak hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibawah kepimpinan Ketua KPK Agus Rahardjo harus turun tangan. Diketahui, pembangunan bendungan yang merupakan program nawa cita Presiden Jokowi ini dibagi menjadi 2 paket, dengan total anggaran Rp 1,7 Triliun lebih. Paket 1 Rp 923.292.000.000, dengan nilai penawaran Rp 873.279.000.000. Kemudian paket 2 Rp 863.808.000.000, dengan nilai penawaran Rp 829.258.672.000. Salah satu pegawai BUMN yang berkerja di mega proyek itu, menjelaskan bahwa bendungan yang berada di Pringsewu bahwa pihaknya hanya pekerja. Disini hanya sebagai kerjasama operasi (KSO). “Langsung ke Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bendungan Way Sekampung Hilmi Lazuardi, saja mas. Satu pintu,” kata dia. Ia menjelaskan bahwa terkait sumber anggaran langsung dari APBN pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat melalui Dirjen Sumber Daya Air. Namun saat ditemui di kantor Way Sekampung Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat satpam setempat mengaku bahwa Hilmi Lazuardi lagi tak ada ditempat. “Lagi rapat di garuntang mas. Pak Hilmi,” kata salah satu pegawai. Sayang Hilmi saat ditemui di Balai Besar, salah satu staf Balai Besar menyatakan Hilmi Lazuari tidak berda kantor sini. “Pak Hilmi di dibidang sumber daya air, sebrang (depan) BBWSS kantor mas,” kata staf yang mengarahkan tangaanya usai dimintai komentarnya di lobi Kantor Besar, Selasa (10/9/2019). Namun saat ditemui di Bidang Sumber Daya Air (SDA) Hilmi juga tak berada ditempat. “Pak Hilmi di Way Sekampung mas, gak ada di sini,” ujar staf bidang Sumber Daya Air. Saling lempar ini para pegawai Balai Besar tidak transparan diduga tidak memahami Undang-Undang No. 14 tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik. Dalam UU itu pada intinya memberikan kewajiban kepada setiap badan publik untuk membuka akses bagi setiap pemohon informasi publik.
Sumber: