Wahdi Sirajuddin: Sosok Panah Penunjuk Arah Angin dan Tantangan Pilkada 2024

Rabu 25-09-2024,13:26 WIB
Reporter : Admin
Editor : Nopri

Salah satu program yang memainkan peran kunci dalam pencapaian ini adalah Jama-PAI (Jaringan Masyarakat Peduli Anak dan Ibu), sebuah inisiatif yang menggabungkan dukungan kesehatan, pendidikan, dan pemberdayaan ekonomi untuk ibu dan anak. Jama-PAI berfokus pada pengurangan angka stunting, sebuah masalah serius yang mengancam kualitas hidup anak-anak di seluruh Indonesia. Di bawah kepemimpinan Wahdi, Metro berhasil mencatatkan prevalensi stunting terendah di Provinsi Lampung pada tahun 2023, sebuah pencapaian yang menunjukkan betapa efektifnya intervensi pemerintah Kota Metro dalam mengatasi masalah ini.

Program itu, bersama dengan inisiatif lain, membawa Metro meraih Anugerah PPD Award (Penghargaan Pembangunan Daerah), yang menempatkan Metro di tiga besar nasional untuk kategori perencanaan pembangunan daerah. PPD Award adalah penghargaan tertinggi yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah yang berhasil menunjukkan perencanaan pembangunan yang holistik, inovatif, dan berkelanjutan.

Wahdi dengan cermat memastikan bahwa setiap program pemerintahnya tidak hanya memenuhi kebutuhan jangka pendek tetapi juga memiliki dampak jangka panjang yang jelas, sebagaimana tercermin dalam penghargaan itu.

Keberhasilan lain juga dapat dilihat dalam Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (EPPD), di mana Kota Metro dinilai sebagai pemerintah daerah terbaik ke-9 di Indonesia. Pencapaian ini tak lepas dari gaya kepemimpinan Wahdi yang berfokus pada akuntabilitas dan efektivitas birokrasi.

Tantangan Pilkada 2024

Di balik kesuksesan Wahdi, tantangan besar sedang membayanginya. Ialah Bambang Iman Santoso, seorang penceramah dan mantan anggota DPRD Provinsi Lampung, menjadi penantang utama Wahdi dalam Pilkada Kota Metro 2024. Latar belakang Bambang sebagai penceramah dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU) memberikan warna baru dalam kompetisi Pilwalkot Metro. 

Bambang membangun narasi yang lebih spiritual dan berfokus pada moralitas masyarakat. Ia digambarkan sebagai sosok yang seolah tanpa ceIa. Bambang tentu memiliki peluang yang sama baiknya, tak lain karena memiliki jaringan kuat di kalangan NU dan mungkin mampu menarik dukungan dari segmen pemilih yang menginginkan perubahan. Lagi pula sudah pasti Bambang mendulang suara dari pemilih yang menyoal jalan berlubang. 

Salah satu tantangan utama yang dihadapi Wahdi adalah kerusakan jalan provinsi di Kota Metro. Jalan berlubang telah menjadi perhatian masyarakat dan bahan gorengan politik dalam beberapa bulan terakhir. Banyak warga tidak sepenuhnya memahami bahwa perbaikan jalan provinsi adalah wewenang pemerintah provinsi, bukan kewenangan wali kota. Perbaikan jalan provinsi semestinya didanai melalui anggaran provinsi.

Mekanisme perbaikan jalan provinsi dimulai dari pengajuan usulan oleh pemerintah daerah kepada pemerintah provinsi, yang kemudian akan dievaluasi berdasarkan skala prioritas dan kebutuhan. Proses ini seringkali memerlukan waktu yang tidak singkat, dan masyarakat mungkin tidak memahami lambatnya progres perbaikan yang diharapkan terutama jika menyangkut kepentingan politik nasional dan provinsi, mengingat Wahdi merupakan wali kota yang terpilih dari jalur independen. 

Dalam konteks politik, Wahdi semestinya menjelaskan dengan terbuka kepada masyarakat tentang bagaimana ia diacuhkan oleh Gubernur Lampung setelah setiap pagi, selama beberapa minggu meminta perbaikan jalan provinsi, sebelum akhirnya upaya mengemis itu dikabulkan sehingga kepuasan masyarakat atas infrastruktur yang tidak mencakup kewenangannya terpenuhi. Kerusakan jalan provinsi tentu menjadi “badik” bagi lawan politik untuk menyerang reputasi dan kredibilitas kepemimpinannya.

Meskipun Wahdi berupaya menunjukkan dirinya sebagai pemimpin yang kompeten dengan kinerja nyata, tetapi politik selalu bergerak dalam ketidakpastian. Ia tidak hanya harus mengandalkan pencapaian yang telah diraihnya, tetapi juga harus dapat mengartikulasikan visi dan keinginannya terhadap kemajuan Kota Metro sehingga dapat dpahami dan dimaklumi oleh masyarakat. 

Pilkada 2024 akan menjadi penentu—apakah masyarakat Kota Metro akan kembali mempercayakan masa depan mereka kepada sosok yang telah menjadi panah penunjuk arah mata angin, sosok yang sebenarnya sudah memandu perubahan itu sendiri. Perubahan yang menegaskan ke mana arah pembangunan selanjutnya berhembus. Bukankah persoalan paling substansial setelah pendidikan adalah kesehatan? Ke depan dampak kemajuan fasilitas kesehatan di Kota Metro akan menjadi ladang emas PAD, kemajuan sektor kesehatan telah berproses secara alamiah setelah terbangun ekosistemnya, sebagaimana sektor pendidikan di Kota Bandar Lampung yang tak tergoyahkan. 

Apakah mata pilih Kota Metro akan memilih “panah penunjuk arah mata angin” yang selalu mengarah ke titik yang sesuai dengan kehendak mereka? Memilih mengesampingkan gerak alamiah pembangunan yang berjalan baik setelah ekosistemnya terbentuk? Atau memilih pembangunan sektor baru yang ditawarkan oleh Bambang Iman Santoso? Waktu akan menjawab pada 27 November mendatang.

Namun, satu yang pasti, hingga sampai saat itu tiba, Wahdi Sirajuddin telah mengukir jejak pembangunan yang sulit dipungkiri pada sektor kesehatan. 

Sejatinya panah penunjuk arah angin bukanlah mengubah arah angin atau menunjukkan jalan yang mudah, melainkan memandu untuk melangkah ke arah yang benar. (**)

Tags :
Kategori :

Terkait