Satpam BPN Kota Bandarlampung Intimidasi Wartawan, Juniardi : Pelarangan itu Bertentangan Hukum dan HAM

Satpam BPN Kota Bandarlampung Intimidasi Wartawan, Juniardi : Pelarangan itu Bertentangan Hukum dan HAM

\"\"LAMPUNGNEWSPAPER.COM, METRO - BANDARLAMPUNG - Satuan tim pengamanan (Satpam) Badan Pertahanan Nasional (BPN) Kota Bandarlampung melakukan pelarangan peliputan atau intimidasi terhadap pers.

Peristiwa intimidasi tersebut terjadi kepada salah satu media lokal di Lampung yakni Salda Andala dan Dedi Kaprianto pada Senin 24 Januari 2022.

Intimidasi itu berawal sekitar pukul 12:06 Wib, saat dua orang wartwan ingin meliput puluhan Kelompok Masyarakat (Pokmas) mendatangi kantor BPN Bandarlampung, untuk mempertanyakan sertifikat yang di daftarkan sejak tahun 2017 sampai saat ini belum terbit.

Saat itu wartawan bernama Dedi Kapriyanto dan Salda Andala mengambil gambar dari halaman,  puluhan Pokmas masuk kantor BPN, tak lama berselang tiga orang Satpam menghampiri dan ingin merampas hanphone dan handycam karena dilarang untuk meliput.

Satu orang satpam wanita itu langsung merampas  hingga handycam  milik  wartawan Dedi Kapriyanto eror.

Begitupun satpam pria atas nama Haris Rusdi ingin merampas hanphone milik wartawan Salda Andala dan memaksanya untuk menghapus hasil gambar.

\"Kita punya privasi pak, gak boleh asal-asal,\"katanya kata satpam wanita tersebut.

Kemudian, Dedi Kapriyanto mengatakan tugas kami kesini ingin meliput untuk kepentingan publik, puluhan Pokmas yang mendatangi kantor BPN.

\"Gak bisa ini kami untuk kepentingan publik, bukan untuk kepentingan pribadi, gak bisa mbak larang-larang,\"ujarnya.

Lalu satpam pria atas nama  Haris Wahyudi mengusir  wartawan dan memerintahkan untuk menghapus gambar dan vidio yang di ambil sebelumnya. \"Hapus -hapus itu, silahkan pergi,\" katanya.

\"\"Menyikapi peristiwa itu, Wakil Ketua Bidang (Wakabid) Pembelaan Wartawan, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Lampung, Juniardi mengecam atas aksi intimidasi dan arogansi tiga satpam Kantor BPN Kota Bandarlampung tersebut.

Juniardi menyebut aksi intimidasi terhadap wartawan dan perampasan alat kerja itu tidak hanya kriminal tapi juga bertententangan dengan hukum dan hak asasi manusia (HAM).

\"Aksi kekerasan intimidasi, melarang liputan, itu pidana, dan melanggar Undang-undang,\" kata Juniardi.

Kekerasan yang dimaksud yakni tiga petugas Satpam terhadap dua wartawan saat meliput sekelompok masyarakat yang mempertanyakan lima tahun pengurusan sertifikat tanah yqng tak kunjung rampung.

\"Terlebih ini dilakukan oleh Satpam, yang harusnya sudah bisa paham tentang kerja kerja pers. Jangan jangan satpam itu tidak ikut pendidikan Satpam, yang notabene di bawah naungan Polri,\" katanya.

Menurutnya, wartawan tidak boleh mengalami intimidasi dan kekerasan saat peliputan. Sebab, wartawan dilindungi undang-undang.

\"Wartawan dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Maka, kekerasan kepada wartawan sangat disayangkan,\" kata dia.

Juniardi meminta Kementerian BPN melakukan evaluasi terhadap BPN Kota Bandar Lampung, yang kerap bermasalah. Sebab sebagai badan publik yang melayani kepetingan publik soal pertanahan BPN Kota Bandarlampung justru terkesan menjadi sarang preman.

\"Kita akan pelajari peristiwa yang terjadi, dan mengumpulkan bukti dan saksi untuk melaporkan kasusnya ke Polisi,\" ungkapnya.

Senada, anggota DPRD Provinsi Lampung, Deni Ribowo menambahkan,  jurnalis merupakan pekerjaan yang mulia, jurnalis juga salah satu pilar bangsa.

Dirinya menegaskan, tak elok kepada siapapun untuk melakukan intimidasi terhadap jurnalis yang sedang melakukan pekerjaan di lapangan.

Karena, masyarakat butuh berita, informasi terhadap perkembangan pemerintah daerah yang ada di Indonesia

\"Jangan sampai kejadian itu terus menerus. Untuk itu saya memberikan solidaritas kepada jurnalis Lampung untuk terus melakukan peliputan semangat dan jangan gentar intimidasi, apabila mendapatkan perlakuan demikian agar melaporkan ke Polda Lampung,\" tutupnya. (San)

Sumber: