Pengamat Hukum: Penyidikan Kasus KONI Lampung Bisa Dihentikan Tanpa Pra Peradilan, Ini Lazim
Praktisi Hukum Lampung H. Ardiansyah, SH. Dok Radar Lampung--
LAMPUNGNEWSPAPER.DISWAY.ID, BANDARLAMPUNG - Kasus dugaan korupsi KONI Lampung sedang memasuki babak baru setelah ditetapkannya beberapa tersangka. Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung sedang melakukan pengusutan terhadap perkara ini.
Terkait penyidikan itu, Praktisi Hukum H. Ardiansyah, SH. menyebutkan, Penyidik Kejati Lampung bisa saja menghentikan penyidikan kasus dugaan korupsi KONI Lampung tanpa melalui proses pra peradilan.
Menurutnya, ini sangat dimungkinkan dan lazim terjadi dalam pengusutan sebuah perkara pidana. Meskipun penyidik telah menetapkan para tersangka.
"Jadi meskipun penyidik telah menetapkan tersangka, bisa saja penyidik mengeluarkan SP3 (Surat Penghentian Penyidikan). Tentu itu dilakukan atas pertimbangan hukum," katanya kepada wartawan di Bandarlampung, Jumat (6/1/2024).
Jika SP3 itu keluar tanpa melalui sebuah proses pradilan, tidak berarti penyidik lalai atau gegabah dalam menetapkan para tersangka.
Menurut Ardiansyah, sebelum menetapkan para tersangka, penyidik tentu sudah memiliki alat bukti permulaan yang cukup. Dan, penetapan tersangka itu merupakan proses penyidik untuk menggali bukti-bukti lain, agar perkara itu menjadi lebih terang.
Dalam menanggani sebuah perkara, penyidik akan melakukan serangkaian upaya penyelidikan. Penyidik akan mengumpulkan sejumlah bahan dan keterangan.
"Jika hasil penyelidikan itu ditemukan unsur pidananya, setidak memenuhi 2 alat bukti, maka penyidik meningkatkan penangangan kasus itu pada tahap penyidikan," ujarnya.
"Pada tahap penyidikan inipun tidak mesti langsung menetapkan para tersangkanya. Namun, pada gelar perkara itu penyidik biasanya telah mempunyai dan menetapkan para calon tersangkanya," papar Ardiansyah yang biasa disapa Bang Aca.
Pada tahap penyidikan ini, pihak penyidik mengumpulkan keterangan para saksi dan pengumpulan dokumen untuk selanjutnya dikaji untuk menetapkan para tersangka.
"Kita tahu dalam dugaan kasus Korupsi di KONI Lampung ini, penyidik telah menetapkan 2 tersangka. Mereka adalah Frans Nurseto dan Agus Nompitu," jelas Bang Aca.
Tahap selanjutnya, penyidik akan kembali memeriksa para saksi dan diantara mereka akan kembali dimintai keterangan sebagai tersangka.
"Pada pemeriksaan lanjutan inilah penyidik akan kembali mengkaji dan menyimpulkan apakah perkara ini dilanjutkan pada tahap penuntutan atau tidak. Jika iya maka kejaksaan akan menetapkan jaksa penuntut umum yang akan membawa perkara ini ke pengadilan," terangnya.
Namun sebaliknya, jkla hasil pemeriskaan itu tidak membuat perkara itu lebih terang dan disimpulkan tidak tercukupinya alat bukti, maka penyidik bisa menghentikan perkara itu dengan mengeluarkan SP3.
"Bisa saja berdasarkan hasil penyidikan lanjutan itu, penyidik mempunyai perbedaan dalam mensikapi status para tersangka. Jadi, bisa saja kasus Frans dilanjutkan, sedangkan kasus Agus Nompitu dihentikan. Atau bahkan sebaliknya. Juga sangat dimungkinkan ditetapkan para tersangka lainnya," ungkapnya.
Kasus itu juga bisa dihentikan apabila penyidik menyimpulkan perkara itu bukan merupakan perkara pidana.
Menurut Bang Aca, apa yang diuraikannya itu berdasarkan KUHAP (Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana. "Semua itu diatur di KUHAP. Jadi secara hukum memang sangat memungkinkan terjadi," tegasnya.
Apakah pada kasus KONI ini penyidik bisa mengeluarkan SP3 tanpa melalui proses pra peradilan? "Ya. Sangat mungkin. Bisa itu terjadi pada 2 tersangka. Namun, saya melihatnya sangat mungkin ini terjadi pada perkara Agus Nompitu," tegas Bang Aca.
Kenapa pada perkara Agus Nompitu ini lebih kuat tidak diteruskan, menurut Bang Aca, perkara Agus Nompitu lebih pada pertanggungjawaban formil. "Tapi tidak berarti peluang pada kasus Frans tertutup. Intinya semua tergantung pada proses lanjutan kasus ini," bebernya.
Pada pemeriksaan lanjutan sebagai tersangka, Agus Nompitu dan Frans Nurseto bisa saja mengungkapkan keterangan dan fakta baru. Sehingga bisa memberikan petunjuk baru bahwa ada pihak lain yang lebih pantas dijadikan tersangka dalam kasus ini.
Lalu, bisa saja dalam keterangan lanjutan itu disimpulkan memang secara prosedural semuanya sudah mengikuti aturan yang ada. Sehingga secara formil sudah benar. Dan perkara ini lanjut pada tersangka yang secara materil telah melakukan penyelewengan dana KONI.
Misalnya dalam dugaan penyelewengan anggaran catering dan biaya hotel seperti yang menjadi temuan penyidik. "Proses saja mereka yang terlibat markup. Melakukan kongkalikong dalam penyediaan catering itu," papar Bang Aca.
Misalkan nanti dalam pemeriksaan sebagai tersangka, Agus Nompitu bisa menjelaskan secara lebih lengkap terkait alur pertanggungjawaban keluar masuknya penggunaan anggaran KONI yang diduga diselewengkan itu.
Bang Aca yakin sebagai organisasi besar, KONI tentunya mempunyai aturan main yang ketat terkait soal penggunaan anggaran. Tentu semua itu diatur dalam AD/ART, petunjuk teknis dan lainnya.
"Saya yakin dan percaya penyidik akan mempedomani aturan-aturan itu dalam menentukan sikap mereka selanjutnya," ungkap Bang Aca.
Tentunya pihak penyidik kejaksaan akan sangat berhati hati dan jeli dalam menanggani perkara KONI ini. Sebab, mereka sangat memahami keputusan itu memiliki implikasi hukum dan menyangkut harkat dan martabat seseorang.
"Implikasi hukumnya penyidik akan menghadapi gugatan pra peradilan. Kan tentu mereka juga tidak mau kalah dalam gugatan pra peradilan yang diajukan para tersangka," tegas Ardiansyah.
Menurut Bang Aca, KUHAP juga mengatur soal mekanisme pra peradilan ini. Seseorang yang tidak menerima dirinya ditetapkan sebagai tersangka, berhak mengajulan gugatan pra peradilan.
"Jika gugatan peradilan itu diajukan maka hakim akan memutuskan apakah penetapan tersangka itu sah atau tidak. Apabila hakim pra peradilan menerima gugatan pemohon, maka penetapan tersangka menjadi tidak sah. Sehingga dengan sendiri status pemohon sebagai tersangka dibatalkan," ujar Bang Aca.
Menurut Bang Aca, ada dua alasan pokok hakim pra peradilan bisa membatalakn penetapan tersangka. "Yakni, adanya kesalahan prosedur dan atau tidak terpenuhinya alat bukti yang sah," ringkasnya. (apr)
Sumber: