Miris, Bayi Stunting Meninggal di Sragi

Miris, Bayi Stunting Meninggal di Sragi

Ketua TPPS Lamsel Hj. Winarni menginginkan Audit Kasus Stunting dilakukan di seluruh desa di Kabupaten Lampung Selatan.--ist

SRAGI,LAMPUNGNEWSPAPER – Kasus kematian bayi stunting yang terjadi di Desa Baktirasa, Kecamatan Sragi yang terjadi pada Sabtu (4/11) lalu menjadi sebuah penanda bahwa peperangan dengan misi swasembada gizi belum maksimal.

 

Meninggalnya Ferdiansyah Putra membuktikan porgram-program turunan swasembada gizi di desa belum dijalankan sepenuh hati. Kegiatan yang mengarah pada pencegahan stunting masih bersifat ceremonial belaka. Masif diatas namun loyo di bawah.

 

Ferdiansyah Putra lahir dengan jalan sesar di sebuah rumah sakit ibu dan anak di wilayah Lampung Timur pada 30 September lalu. Meski telah cukup bulan, namun Ferdiansyah hanya memiliki berat 1,4 kilogram.

 

“Iya putra saya lahir di Lampung Timur dengan sesar. Tapi beratnya hanya 1,4 kilogram. Dan menjalani masa inkubator selama dua hari di rumah sakit, sebelum diizinkan pulang oleh dokter,” kata ayah mendiang Mustofa Aji.

 

Setelah pulang ke  Desa Baktirasa, kondisi Ferdiansyah langsung dilaporkan kepada Bidan Desa, Zaintun. Dengan harapan pemerintah desa setempat bisa memberikan meberikan bantuan untuk keluarga Mustofa.

 

Namun pada masa sulit ini pemerintah desa tak hadir. Mustofa yang bekerja serabutan tak mampu memenuhi kebutuhan gizi untuk sang istri dan buah hainya.

BACA JUGA:Polisi Tangkap 6 Pelaku Curas Modus COD Beli Mobil di Kota Metro

 

“Saya sudah berupaya semaksimal mungkin untuk membeli susu khusus guna menambah berat berat badan anak. Tapi itu banya membuahkan hasil,” katanya.

 

Pada masa kehamilan sang istri, Rina Herdiana memang memang tak mengikuti program posyandu di desa. Tapi Mustafa punya alasan sendiri, sang istri tak bisa mengikuti karena harus menjaga putra sulungnya, Taufik Irawan yang menjadi penyandang disabilitas.

 

“Istri saya enggak bisa ikut kegiatan posyandu kerana harus menjaga Taufik yang lumpuh. Sementara saya kerja, jadi tidak ada yang menjaga kalau istri saya ikut posyandu,” terangnya.

 

 Meski tak mengikuti program posyandu, namun Mustafa tetap melakukan pemeriksaan kehamilan. Bahkan pernah menjalani USG sebanyak dua kali.

 

“Saya rutin mengantar kesehatan istri ke bidan. Bahkan pernah USG, dan memang tidak ada masalah pada kehamilan semuanya sehat,” sambungnya.

 

Selama 35 hari berat badan si bungsu hanya naik 200 gram, masalah yang dihadapi Mustofa semakin krodit ketika Ferdiansyah didiagnosa mengalami jantung bocor. Hingga pada 2 November Ferdiansyah dibawa ke Puskesmas Rawat Inap Sragi, pada  hari itu juga putra bungsung langsung dirujuk ker Rumah Sakit Bob Bazar, Kalianda.

BACA JUGA:Temu Kadhang dan Deklarasi Pemilu Damai PSHT Se-Provinsi Lampung

 

“Berat badan anak saya hanya naik dua ons. Masalah semakin bertambah ketika anak saya didiagnosa jantung bocor, hingga dirujuk ke rumah sakit. Tapi takdir sudah menentukan umur anak saya,” terangnya.

 

Mustafa sendiri mengaku kecewa dengan pemerintah, dalam menjalani selama 35 hari itu pemerintah dianggap tak hadir. Padahal pada 24 Oktober Duta Swasembada Gizi Lampung Selatan menggelar kegiatan roadshow di Lapangan Desa Kuala Sekampung. Di Desa Baktirasa juga ada program makanan tambahan, lagi-lagi keluarga Mustofa luput dari perhatian.

Sumber: