Sebabkan Lakalantas Hingga Mobil Korban Hancur, PT Bintang Trans Kurniawan Diduga Lepas Tanggungjawab

--
Akan tetapi, pihak perusahaan kembali menawar, bahwa rencananya, setelah mobil diperbaiki di Waykanan, airbag akan dilakukan perbaikan di Bengkel Central, Jalan Urip Sumoharjo Bandarlampung.
Hingga, 10 Juli 2025 mobil belum juga selesai diperbaiki di Waykanan. Usut punya usut, pihak perusahaan melakukan nego biaya perbaikan dengan pihak bengkel, dengan biaya Rp14 juta. Walhasil, sparepart yang dibeli pihak bengkel hasil copotan, bukan barang baru. Diakui oleh pihak bengkel, sparepart yang baru hanya kondensor.
Kemudian, didampingi oleh Lurah Ketapang Panjang, Sujito dan Riki Erta teman korban, Aprohan mendatangi kantor PT Bintang Trans Kurniawan terletak di Jl. Soekarno Hatta, Gang Multi Lk. II, Ketapang, Panjang, Bandarlampung, sekira pukul 14.23 WIB.
Kedatangan korban ke kantor perusahaan yang harapannya dapat bertemu dengan pimpinan perusahaan rupanya tidak membuahkan hasil, melalui Ribka disebutkan pimpinan tidak berada di tempat. Korban Aprohan akhirnya pulang, meninggalkan pesan untuk dijadwalkan bertemu pimpinan perusahaan.
Tak lama kemudian, sekira pukul 15.38 WIB, Ribka mengirim kontak via chat WA, sebuah nomor yang diberinama Ko Halim, yang disertainya keterangan bahwa nomor itu adalah pemilik mobil dan perintah supaya korban dapat berurusan langsung kepada Halim.
"Beliau ini pemilik mobil yang laka ini tapi kerja sama dengan pemilik PT Bintang Trans Kurniawan, makanya beliau yang maju ngurusin mobilnya."
Korban menghubungi Halim, pukul 17.21 WIB. Bukannya membahas soal kepastian kompensasi dan kapan mobil selesai diperbaiki, Halim malah membahas pekerjaan korban sebagai wartawan. Halim mengaku kalau dia juga sebagai wartawan PWI Lampung. Namun, nyatanya Wirahadikusumah (ketua PWI Lampung) mengaku tak mengenalnya.
Kembali membahas terkait kompensasi dan kepastian perbaikan, Halim dengan santainya menyuruh korban kembali berkomunikasi dengan Ribka. Hingga 14 Juli 2025, permintaan berjumpa dengan pimpinan perusahan belum juga terealisasi. Alih-alih berjumpa pimpinan, korban malah diminta menandatangani surat damai.
Ribka akhirnya mengirim file "surat perjanjian damai" via WhatsApp yang isinya dinilai sepihak, hanya melibatkan Roby sebagai supir, tanpa ada nama direktur perusahaan (Roni Kurniawan). Korban juga meminta pihak pertama menggaransi perbaikan mobil selama 6 bulan, sejak mobil selesai diperbaiki, karena diketahui sparepart berasal dari barang copotan, serta menambah uang kompensasi sebesar Rp6 juta.
Rupanya tambahan yang diajukan korban, tanpa adanya basa-basi, semuanya ditolak secara mentah-mentah oleh pihak perusahaan. Bahkan, Halim pun seolah lepas tangan, dan meminta korban membawa persoalan ini ke ranah hukum.
Pada 15 Juli 2025, korban mendapat kabar bahwa mobil Suzuki X-Over sudah dibawa oleh Roby masuk ke Bangkel Central Urip Sumoharojo, Bandarlampung.
Mendengar kabar itu, korban ke Bengkel Central, pada 16 Juli 2025, korban mendapati mobil jauh dari kondisi sebelumnya: body depan tidak senter, fog lamp (kiri-kanan) tidak hidup dan oblak (goyang), suara mesin kasar dan cepat panas, sambungan bamper dan tutup kap tidak rapi, renggang, dan tidak rekat, di bagian bawah bamper tidak tersambung dan ada yang pecah, serta klakson diganti tidak standar.
Hinggal 18 Juli 2025, pihak perusahaan dinilai lepas tangan tidak akan melanjutkan proses perbaikan airbag. Ditemani Hanafi Sampurna, korban Aprohan kembali mendatangi kantor PT Bintang Trans Kurniawan berharap bertemu dengan pimpinan perusahan dan memastikan kelanjutan perbaikan.
Lagi-lagi, korban hanya bertemu admin Ribka, dengan lagak menantang, dan berdasarkan instruksi pimpinan, pihaknya menolak bertemu dengan korban dan menyatakan siap permasalahan ini diproses secara hukum.
Akhirnya, pada 30 Juli 2025, korban Aprohan didampingi kuasa hukum Ridho Juansyah & Rekan secara resmi melalui petugas piket SPKT Polda Lampung dan melapor secara langsung ke Unit Gakkum Sat Lantas Polres Waykanan
Sumber: