Perjuangan Mengukur Ulang HGU PT SGC: Dari Tanah Lampung Untuk Keadilan Agraria dan Lingkungan

Selasa 30-09-2025,21:15 WIB
Reporter : Admin
Editor : Admin

UU Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 (UUPA) menegaskan, tanah dan sumber daya alam dikuasai negara untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

Dengan dasar hukum tersebut, masyarakat dan aktivis merasa perjuangan mereka bukan sekadar protes, melainkan bagian dari amanat konstitusi.

“Ini bukan melawan negara,justru mengingatkan negara agar hadir, melindungi rakyat, dan tidak membiarkan perusahaan menguasai lebih dari yang semestinya.” tutur Suadi Romli Ketua Pematank Lampung. 

Dalam berbagai aksi, masyarakat dan aktivis yang gencar dilakukan di lampung hingga  jakarta. mulai dari kantor pemerintah lampung, kantor kejaksaan agung, DPR RI , kementrian AtR BPN Hingga Istana Triga Lampung berupa menyampaikan  suara rakyat dikabupaten tulang bawang dan lamoung tengah provinsi Lampung yang di dzolimi oleh oligarki PT SGC. 

 

Triga menuntu :

1. Pemerintah segera melakukan audit dan ukur ulang HGU PT SGC secara transparan dan partisipatif sesuai hasil kesepakatan Rapat Dengat Pendapat Umum(RDPU) dengan antara DPR RI, 4 dirjen Atr/BPN dan Triga Lampung. 

2. Melibatkan masyarakat, akademisi, dan organisasi lingkungan dalam proses verifikasi.

3. Mengembalikan tanah yang terbukti di luar konsesi kepada masyarakat sesuai hukum.

4. Menegakkan prinsip keberlanjutan lingkungan dalam setiap izin usaha perkebunan di Lampung.

Tuntutan ini sederhana namun tegas: ukur ulang dengan jujur, kembalikan yang bukan hak perusahaan, dan pastikan izin usaha tidak merusak lingkungan.

Bagi banyak aktivis, perjuangan ini sejalan dengan semangat penghargaan Kalpataru, sebuah penghargaan lingkungan yang diberikan kepada masyarakat, petani, dan tokoh adat yang membela tanah dan ruang hidupnya.

“Perjuangan ukur ulang ini pada dasarnya sama, menjaga tanah agar tetap menjadi milik rakyat, menjaga air agar tetap mengalir, dan menjaga hutan kecil agar tetap hidup.”

ujar Sudirman Dewa, Ketua DPP Keramat. 

Meski demikian, perjuangan ini tidak berjalan mudah. Perusahaan perkebunan besar sering disebut sebagai penyumbang devisa negara, penyerap tenaga kerja, dan pendorong pembangunan ekonomi daerah. 

Namun, pertanyaannya: apakah kontribusi ekonomi itu sebanding dengan kerusakan ekologis yang ditinggalkan?

Tags : #sgc
Kategori :