Gerutuan saya mengenai frasa ”kok tega” berubah menjadi rasa syukur. Tak banyak rasanya CEO perusahaan besar yang memberikan tugas langsung kepada staf, menyemangati, memberikan pujian, dan tentu saja teguran keras jika perlu. Saya sungguh bersyukur.
Hari ini saya begitu kaget dengan status tersangka yang disematkan kepada Pak Dahlan Iskan. Pak Dahlan adalah Jawa Pos, Jawa Pos adalah Pak Dahlan. Tapi, yang terjadi adalah Pak Dahlan dan Jawa Pos saat ini saling gugat dan berujung Pak Dahlan menjadi tersangka.
Saya tak terlalu peduli apa yang terjadi hingga saling gugat. Saya hanya bergumam, kok tega. Pak Dahlan membangun Jawa Pos di era 1980. Menggeser budaya membaca koran sore menjadi pagi, membangun budaya kerja yang kuat dan tentu saja menghasilkan pendapatan yang peningkatannya eksponensial dari tahun 1980 hingga 2000-an.
Apa tak tersisa ingatan saling menghidupi sebegitu lamanya? Apa tak ada sisa rasa sayang dan saling dukung yang sudah berjalan hampir setengah abad sejak Jawa Pos diambil alih, sehingga Pak Dahlan di masa tua harus menghadapi status tersangka?
Kok tega! (*)