Kalah Bersang dengan Online, Pasar Dekon Sepi Pembeli

Kalah Bersang dengan Online, Pasar Dekon Sepi Pembeli

Sejumlah pedagang pakaian di Pasar dekan Kotabumi , Lampung utara, mengeluhkan kondisi tempat mereka berdagang saat in--Franxi Saputra

LAMPUNGUTARA,LAMPUNGNEWSPAPER Sejumlah pedagang pakaian di Pasar dekan Kotabumi , Lampung utara, mengeluhkan kondisi tempat mereka berdagang saat ini. Mereka mengeluh karena kondisi Pasar, sepi pembeli sehingga dagangan mereka jadi sulit terjual.

Galih Budi (23), pedagang pakaian anak di blok cinema , mengatakan bahwa sepinya pembeli di Pasar dekan atau lebih terkenal nya dengan sebutan pasar atas mengakibatkan banyak toko yang gulung tikar.

"Sepi. Malah bukan sepi lagi, sebagian toko malah pada tutup," ucap Galih saat ditemui Lampungnewspaper di kiosnya, Rabu (20/9/2023)siang.

BACA JUGA:Mendag Zulkifli Hasan Pantau Harga Bahan Pokok dan Pelaksanaan Pasar Murah di Natar


Galih mengatakan, pandemi Covid-19 menjadi awal mula pasar ini sepi pembeli. Kondisi itu membuat penjualan barang dagangannya kian merosot.

Ia bahkan mengatakan, jarangnya pembeli yang datang membuat penghasilannya kini kian tak menentu.

"Dulu stabil sekarang mah bisa satu hari cuma satu (pembeli), bisa juga enggak ada sama sekali," jelas Galih.

Sepinya pembeli di Pasar Dekan/cinema juga disebabkan oleh menjamurnya pedagang online di berbagai media sosial. Para pedagang di Pasar  pun mengaku tak bisa bersaing dengan pedagang online.

Pedagang bernama Nabil (35 ) memilih untuk tetap bertahan berjualan di tokonya di Pasar dekan kotabumi.

"Saingannya berat di TikTok. Jadi, live (siaran langsung) berjam-jam, takut sia-sia," kata Nabil di kiosnya saat ditemui Lampungnewspaper  Rabu.

 

BACA JUGA: Perpisahan Bupati dan Wabup, Pemkab Tanggamus Gelar Pengajian Akbar

Sementara itu, pedagang pakaian lain bernama Arya (31) mengatakan bahwa berjualan dengan memanfaatkan media sosial perlu usaha lebih.

Sebab, proses jual-beli yang dilakukan di media sosial tidak segampang yang dibicarakan orang.

"Enggak gampang (jualan di medsos), perlu sering, rajin. Belum lagi risiko enggak ada yang nonton. Susah juga," jelas Arya.

"Mau saja mulai, tapi kan kalau di medsos, perlu usaha dari awal lagi. Jadi, sama saja kayak merintis usaha lagi awal," tambahnya

Edi (40), pedagang sandal sepatu , mengaku takut ditertawakan konsumen apabila ia berdagang secara online. Edi menyebutkan, kualitas barang yang ia jual terlalu tinggi apabila dijual di toko online. Sementara itu, pedagang di toko online memasang harga terlalu murah.

"Kalau di online itu kan barang-barang low-end, barang-barang murah. Kalau kami di sini barang impor. Barang impor atau barang premium, jadi kalau kami live (jual melalui siaran langsung), itu orang skip (lewat) doang," ujar Edi kepada Lampungnewspaper di Pasar Dekan kotabumi, Rabu.
(Prn/Ags)

Sumber: