LAMPUNG,LAMPUNGNEWSPAPER Disway sekarang ini, sudah berkembang sampai 260. Yang terbaru: Disway IKN –di ibu kota Nusantara.
Di sana sudah ada Disway Kaltim di Samarinda, tapi masih perlu Disway IKN. Itu hanya sepelemparan batu dari kampung halaman saya –ups kampung halaman istri saya.
Memang Disway IKN lahir dari dua emosi yang tergabung jadi satu: emosi kampung halaman dan emosi ikut bergegas menempati ibu kota baru –mendahului Presiden Jokowi pindah ke sana.
Dua emosi itu pula yang dulu mendorong saya membangun koran di Kaltim: emosi kedaerahan dan emosi ingin jadi perintis. Itulah koran harian pertama di Kaltim. Yang kini jadi Kaltim Post. Tanpa sedikit pun modal dari Jawa Pos.
Modal Jawa Pos adalah mesin cetak bekas. Yang sudah tidak dipakai. Kecil sekali. Hanya satu unit. Hitam putih. Itu tidak untuk modal Kaltim Post, tapi untuk modal perusahaan percetakan. Bukan perusahaan penerbit. Percetakan itu awalnya pakai tanah pinjaman. Bangunan pun bangunan pinjaman.
Banyak media yang saya dirikan dengan emosi seperti itu. Bukan dengan modal. Bukan pula karena strategi pengembangan bisnis Jawa Pos. Tidak hanya di Kaltim. Juga di kota lain. Dengan latar belakang emosi yang berbeda.
Kini mendirikan media online lebih mudah lagi. Tidak perlu pakai emosi yang meluap-luap. Bahkan tanpa emosi –kecuali beberapa seperti di IKN itu.
Begitu mudah mendirikan media online. Begitu mudah juga tutup. Alhamdulillah. Puji Tuhan. Rahayu. Di grup Disway belum ada media online yang tutup.