BANDARLAMPUNG,LAMPUNGNEWSPAPER-Sejarah Sukarno dengan bangsa Uzbekistan sendiri dimulai ketika pasca-Konferensi Asia Afrika pada 1955.
Pemerintah Soviet saat itu mengundang Presiden Sukarno untuk melakukan kunjungan kenegaraan ke Moskow.
Kemudian, Sukarno mengajukan syarat atas rencananya memenuhi undangan Pemerintah Soviet dengan meminta dicarikan atau ditemukan makam Imam Bukhari.
Kata Sukarno kepada pemimpin Soviet saat itu, Nikita Krushchev, "Aku sangat ingin menziarahinya".
"Pada 1956, kondisi makam tidak terawat dengan baik dan berada di semak belukar, bahkan menurut Azizi, pemandu perjalanan saya di Uzbekistan, makam itu sengaja disembunyikan.
Bahkan Sukarno menginap di Samarkand selama tiga hari untuk bertanya kepada masyarakat," kata Kiai Zubaidi.
BACA JUGA:Bansos BPNT Cair Oktober 2023, Begini Cara Daftar Online Pakai HP
Tak ada yang berani menunjukkan di mana letak kuburan Imam Bukhari karena akan ada amcaman dari pemerintah yang anti-agama saat itu.
Hingga akhirnya pada malam ketiga, masyarakat pun menunjukkan tempat Imam Bukhari.
Sukarno sempat mengusulkan jasad Imam Bukhari dipindahkan ke Indonesia. Namun, pemerintah Soviet tidak mengizinkan.
Lalu, Sukarno meminta agar makam Imam Bukhari dirawat, dan pemerintah Soviet pun akhirnya membersihkan dan memugar makam tersebut untuk menyambut permintaan Presiden Sukarno.
"Menurut cerita Aziz, penghormatan Sukarno terhadap Imam Bukhari dilakukan dengan cara melepas sepatu dan berjalan merangkak menuju makam Imam Bukhari," kata Kiai Zubaidi.
Atas jasa Presiden Sukarno, komplek makam Imam Bukhari kini telah dipugar dan sedang proses pembangunan, bahkan masjidnya terlihat sangat megah.
Sehingga, komplek makam seluas 10 hektare ini menjadi wisata religi yang banyak dikunjungi setelah makam Nabi Muhammad SAW di Madinah.
BACA JUGA:Alokasi Kebutuhan CPNS Kemenkumham 2023 untuk Jabatan Penjaga Tahanan, Ini Kuota di Lampung
Saat kunjungan pada Juni 2023 lalu, Wapres RI KH Ma'ruf Amin juga telah mengusulkan kepada pemerintah Uzbekistan agar dapat membangun perpustakaan untuk mengenang jasa presiden pertama Indonesia ini yang diberi nama Soekarno Memorial Library.
Imam Bukhari bernama lengkap Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Ja’fi Al-Bukhari. Dia lahir di Bukhara pada 13 Syawal 194 H/21 Juli 810 M dan wafat di Khartank pada 1 Syawal 265 H/1 September 870 M. Imam Bukhari adalah seorang ulama ahli hadits yang masyhur.
Sebagian ulama menyebutnya dengan julukan Amirul Mukminin fil Hadits, yakni pemimpin orang-orang yang beriman dalam hal ilmu hadis.
Dalam bidang ini, hampir semua ulama di dunia merujuk kepadanya.
Untuk mengumpulkan dan menyeleksi hadis shahih, Imam Bukhari menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk mengunjungi berbagai kota guna menemui para perawi hadits, mengumpulkan dan menyeleksi haditsnya.
Di antara kota-kota yang disinggahinya antara lain Basrah, Mesir, Hijaz (Makkah dan Madinah), Kufah, dan Baghdad.
Di Baghdad sendiri, Imam Bukhari sering bertemu dan berdiskusi dengan seorang ulama besar, Ahmad bin Hanbal.
Di kota-kota itu ia pun bertemu dengan 80 ribu perawi hadits. Dari mereka ia mengumpulkan dan menghafal satu juta hadits. Kemudian menyaringnya menjadi 7.275 hadits.
Imam Bukhari bernama lengkap Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Ja’fi Al-Bukhari. Dia lahir di Bukhara pada 13 Syawal 194 H/21 Juli 810 M dan wafat di Khartank pada 1 Syawal 265 H/1 September 870 M. Imam Bukhari adalah seorang ulama ahli hadits yang masyhur.
Sebagian ulama menyebutnya dengan julukan Amirul Mukminin fil Hadits, yakni pemimpin orang-orang yang beriman dalam hal ilmu hadis. Dalam bidang ini, hampir semua ulama di dunia merujuk kepadanya.
BACA JUGA:Dengerin Musik Dapat Duit? Pelajari Dulu Triknya agar Dapat Saldo DANA Gratis Hingga Rp 300 Ribu
Untuk mengumpulkan dan menyeleksi hadis shahih, Imam Bukhari menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk mengunjungi berbagai kota guna menemui para perawi hadits, mengumpulkan dan menyeleksi haditsnya.
Di antara kota-kota yang disinggahinya antara lain Basrah, Mesir, Hijaz (Makkah dan Madinah), Kufah, dan Baghdad. Di Baghdad sendiri, Imam Bukhari sering bertemu dan berdiskusi dengan seorang ulama besar, Ahmad bin Hanbal.
Di kota-kota itu ia pun bertemu dengan 80 ribu perawi hadits. Dari mereka ia mengumpulkan dan menghafal satu juta hadits. Kemudian menyaringnya menjadi 7.275 hadits.