Diantaranya, kalau untuk pendapatan ini karena terdapat realisasi pajak PPh dari kebijakan PPS tahun 2022 yang tidak terulang di 2023, lalu turunnya harga referensi minyak kelapa sawit atau CPO.
Selanjutnya, kalau untuk belanja yaitu pagu blokir atau automaric ajustment yang baru dibuka dan penambahan alokasi atau pagu anggaran. Lalu proses pengadaan yang memerlukan waktu. Terlambatnya juknis untuk pengadaan barang atau jasa terpusat.
"Kendala internal yang terjadi pada Pemda antara lain proses kontrak yang belum selesai dan proses kontrak yang masih diperiksa APIP, berdampak masih rendahnya penyaluran DAK Fisik, dan rendahnya tingkat penyampaian dokumen kontrak dari nilai rencana kegiatan, antara lain disebabkan adanya perubahan SOTK di pertengahan tahun," ungkap dia.
Dody juga mengaku, eksekusi anggaran belanja masih terdapat potensi keterlabatan. Namun demikian, pihaknya telah melakukan tindakan untuk memitigasinya dengan meningkatkan koordinasi dan sinergi dengan Sakter dan Pemda, untuk mengawal agar kegiatan dilaksanakan sesuai dengan target dan serapan anggaran dilaksanakan tepat waktu.
"Disamping kami melakukan monitoring secara mingguan agar permasalahan yang terjadi bisa segera dipecahkan," katanya.
Menurutnya, pendapatan pajak tahun 2023 masih optimis melampaui tahun 2022, meskipun kebijakan PPS tahun 2022 tidak terulang di 2023. Karena untuk meningkatkan peneriamaan perpajakan pihaknya juga melakukan optimalisasi perluasan basis pemajakan dan penguatan ekstensifikasi pajak sebagai tindak lanjut PPS 2022.
"Karena pendapatan dari PNBP hingga akhir semester I 2023 mengalami pertumbuhan signifikan sebesar 26,33 persen (yoy). Momentum tersebut diharapkan dapat terus terjaga hingga akhir tahun nanti," harapnya.
Begitu juga dengan realisasi belanja tahun 2023 optimis lebih tinggi dari tahun 2022, meskipun terjadi pelambatan belanja semester I sebesar 0,74 persen (yoy).