Kompetisi ini merupakan bagian dari perhelatan IFAC World Congress 2023 di Yokohama, Jepang, yang secara khusus disponsori IFAC WC 2023 dan Advanced Robotic Foundation (ARF).
Ketika diwawancarai Tim Humas Unila, Ardian menguraikan saat itu Tim URO Unila menghadapi kompetitor kuat yang berasal dari kalangan industri drone internasional dan beberapa universitas.
“Ini kompetisi bebas tanpa kategori. Jadi kami berlomba, bertanding melawan tim-tim yang memang sudah mapan dari sisi industri dan manufakturnya. Jadi wahana yang kami buat dan dilombakan, bersaing dengan wahana buatan pabrikan,” ungkapnya.
Kompetisi mengusung tema “Long-Distance Flights by Unmanned Aerial Vehicle for Disaster Response and Logistics” di mana ada dua misi yang harus diselesaikan tiap tim.
Dua misi tersebut yaitu misi pemantauan secara cepat saat bencana terjadi yang dilanjutkan dengan mapping dan monitoring area pengungsian, serta misi kedua melakukan dropping obat-obatan di area pengungsian.
Meskipun sudah memiliki pengalaman dalam kompetisi sejenis di tingkat nasional, kompetisi level internasional ternyata memiliki tantangan berbeda. Selain harus berhadapan dengan banyak industri drone yang kuat secara teknologi dan spesifikasi lebih canggih, medan arena penerbangan juga menjadi tantangan tersendiri bagi Tim URO Unila.
Selama menyelesaikan misi-misinya, Ardian mengakui Tim URO Unila masih belum familiar dengan medan arenanya. Sepanjang 16 km itu pun pertama kalinya wahana drone mereka pun harus melintasi lautan pulang-pergi, di mana faktor alam menjadi tantangan terbesar bagi laju terbangnya wahana.
Berbekal keyakinan dan mental kuat, timnya optimistis meraih hasil terbaik dalam kompetisi ini. Terlebih pada tingkat nasional, Tim URO Unila menjadi salah satu perguruan tinggi unggulan dalam pengembangan teknologi drone ukuran small medium yang diperuntukkan untuk bencana.