Petani Singkong Lampung Menjerit, Harga Singkong Anjlok

Sabtu 21-06-2025,16:29 WIB
Reporter : Alam Islam/Rio Aldipo
Editor : Alam Islam

LAMPUNGNEWSPAPER.COM--Adanya Instruksi Gubernur Lampung Nomor 2 Tahun 2025 tentang penetapan harga minimum pembelian singkong sebesar Rp1.350 per Kg dengan potongan rafaksi maksimal 30 persen nyatanya belum membuat petani di Lampung sejahtera.

Pasalnya fakta di lapangan harga jual singkong oleh petani masih dibeli oleh  dengan harga rendah. Baik oleh pabrik maupun lapak. Hal ini menyebabkan petani singkong mengalami kerugian. 

Petani dari Lampung Tengah, Tulang Bawang, Lampung Utara, hingga Mesuji mengaku masih menerima harga jual yang jauh di bawah ketentuan, dengan potongan rafaksi yang melebihi ambang batas. 

Harga di lapangan bahkan berkisar antara Rp900 hingga Rp1.100 per kilogram, dengan potongan mencapai 35 hingga 43 persen.

BACA JUGA:Ribuan Petani Singkong Gelar Aksi Demontrasi di Lapangan Korpri, Tuntut Pemberlakuan Harga Singkong

BACA JUGA:Polres lampung Utara Amankan Aksi Damai Persatuan Petani Singkong Kabupaten Lampung Utara

"Kalau dihitung bersih, kami cuma dapat sekitar Rp800 per kilo. Biaya produksi saja sudah tembus Rp700 lebih," kata Sugeng, petani dari Kecamatan Rumbia, Lampung Tengah, dalam unggahan media sosial yang viral pada Rabu (18/6/2025).

Sejumlah nota timbang yang dihimpun menunjukkan pelanggaran rafaksi oleh lapak mitra pabrik. Di Rawajitu Timur, seorang petani bernama Agus hanya menerima Rp4,6 juta dari hasil penjualan 7,5 ton singkong, setelah dipotong 33 persen dan dikurangi biaya cabut serta angkut.

Kasus serupa terjadi di Tulang Bawang. Pada 13 Juni 2025, PT Teguh Wibawa Bhakti Persada menetapkan potongan rafaksi hingga 43 persen atas penjualan 12,9 ton singkong. Petani hanya menerima Rp769 per kilogram—jauh di bawah harga dasar resmi.

Di PT Bumi Sukses Sejahtera Wibawa (BSSW), potongan rafaksi tercatat 32 persen dari hasil penimbangan 8,3 ton singkong, meskipun pembayaran mengikuti harga dasar Rp1.350. Petani hanya menerima sekitar Rp7,6 juta dari total muatan.

Lapak-lapak pengumpul yang disebut terafiliasi dengan Pabrik Muara Jaya di Lampung Timur menjadi sorotan petani. Jaringan distribusi mereka tersebar di berbagai wilayah, namun justru menjadi tempat praktik harga tidak adil.

“Pabrik pasang harga bagus di nota, tapi kenyataannya potongan dan sistem timbang yang main. Ini bukan cuma soal kadar pati, tapi sistem yang dibiarkan,” ujar salah satu petani Mesuji.

Masih banjirnya impor tepung tapioka menjadi alasan utama tidak patuhnya pemilik pabrik terhadap surat edaran gubernur tersebut. 

Kondisi ini kian diperparah permainan sebagian besar oknum lapak dan pabrik yang justru memanfaatkan situasi itu. 

Demikian rangkuman hasil investigasi Radar Lampung Grup terkait masih anjloknya harga singkong di Lampung dalam beberapa bulan terakhir ini. 

Kategori :