Menurut keputusan yang sudah di tetapkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) kemudian Keputusan Gubernur Lampung tahun 1999, Keputasan Bupati Lampung Utara, pada tahun 1980, “MEMUTUSKAN” tanah inclave hak milik masyarakat harus di kembalikan kepada pemiliknya masing-masing.
"Tapi sayangnya, ketika saya mendatangi markas Kimal Lampung, yang ingin bertemu langsung dengan Ka Kimal Lampung, Letkol Laut Herman Sobri, berada di Pro Kimal Kecamatan Kotabumi Utara, beliu tidak mau bertemu. Alasannya ada tamu dari Dispora Lampura, " kata Yunizar, dengan nada kecewa.
Sebab, kata dia, sejumlah masyarakatnya telah mengedepankan etika baik kepada Kimal Lampung, dengan cara mendatangi markas TNI Al Kimal Lampung itu, guna menunjukan surat bukti kepemilikan dari tahun 1960, dan 1977 yakni berupa PERPU tahun 1962, SKT, Segel tahun 1963 dan segel tahun 1977.
"Sayangnya, sampai saat ini pihak Kimal Lampung, belum ada etika baik menyelesaikan permasalahan tersebut. Kami harap hal ini dapat diselesaikan, dikarnakan masyarakat Desa Bumi Agung dan Kotabumi, mengancam akan menggelar demo besar-besaran, "tegasnya.
Diketahui, tanah seluas 3.139 hektar pada 37 persil yang sampai saat ini di duga tidak ada yang di kembalikan kepada masyarakat dan di duduki oleh pihak Kimal Lampung dan perusahaan-perusahaan swasta.
BACA JUGA:Yusak Sayangkan Hanya Andalkan DBH Provinsi Untuk Bayar Siltap
Rapat Tim Sembilan dalam Rangka penyelesaian masalah tanah di Kecamatan Abung Timur Kabupaten Lampura, beberapa waktu lalu akhirnya terhendus, bahwa Hak guna usaha (HGU) Perusahan PT. Jalaku dan PT. Kencana Accindo Perkasa belum memiliki kontrak dengan Pemerintah.
Lantaran itu, mengemuka saat Perwakilan dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Lampura, Diki Reyeski menerangkan, bahwa hak guna usaha itu sudah tidak di perpanjang lagi sejak tahun 2019 dan masih dalam proses sewaktu rapat di Ruang Siger.
Sedangkan di ketahui menurut hukum properti ketentuan mengenai Hak Prioritas juga dapat ditemukan dalam Yurisprudensi, seperti dalam Putusan Mahkamah Agung No.: 2557 K/Pdt/2016 yang pada intinya Majelis Hakim mempertimbangkan bahwa agar seorang bekas pemegang hak dapat memiliki hak prioritas, maka bekas pemegang hak tersebut harus mengajukan permohonan perpanjangan hak dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya hak (HGU).
Yang artinya dalam jangka dua tahun itu sudah harus terbit perpanjangan kontrak Hak Guna Usaha (HGU) yang baru. Sehingga perusahaan penggunaan lahan tersebut bisa dapat menggunakan lahan kembali.
Terpisah Pejabat Bupati Lampura, Aswarodi melalui Asisten 1 Seddakab Lampura, Mankodri mengaku telah mengetahui adanya permasalahan sengketa tanah antara masyarakat dan TNI AL Kimal Lampung.
Menurutnya, sengketa lahan tersebut telah berlangsung belasan tahun hingga saat ini, belum ada titik terang. Meski begitu, pihaknya mengaku telah mengambil langkah-langkah konkrit seperti mendatangi Mabesal AL berada di pulau Jawa, dengan membentuk Tim sembilan.
"Lahan sengketa itu, juga didalam lahan HGU yang saat ini telah selesai pada tahun 2019 lalu, hingga saat ini belum di perpanjang, "ujar Mantan Inspektorat Kabupaten Lampura itu.
Ia mengatakan, hingga saat ini lahan HGU berada di Pro Kimal Kecamatan Kotabumi Utara, proses perpanjangan HGU masih berlangsung. Namun, pihaknya tidak akan memporoses perpanjangan tersebut sebelum ada penyelesaian kepada masyarakat pemilik hak atas tanah adat dan ulayat turun menurun.
"Pemkab Lampura, sebelumnya telah di datangi oleh perwira angkatan laut (AL) bernama Brigjen Bahri. Beliau sengaja mendatangi pemkab Lampura, guna untuk permohonan SK Pelasma sebagai syarat perpanjangan HGU. Tapi saat itu, kami atas nama Pemkab Lampura, belum bisa menerbitkan SK Pelasma seblum ada penyelesaian atas tuntutan masyarakat, "ungkapnya.
"Intinya Pemkab Lampura, tidak akan memberi izin untuk proses SK Pelasma sebelum tuntutan masyarakat di penuhi. Maka hingga saat ini HGU itu belum diperpanjang, dari tahun 2019 hingga 2024 ini, "terangnya.