Presiden Joko Widodo Serahkan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan
JAKARTA --- Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo mengesahkan Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP), menjadi Undang-Undang (UU) pada tanggal 29 Oktober 2021 lalu, dalam siaran pers yang diterima media. Kamis (4/2021). UU yang terdiri dari sembilan bab tersebut memiliki enam ruang lingkup pengaturan yakni, Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Program Pengungkapan Sukarela (PPS), Pajak Karbon, serta Cukai. Selain itu, UU HPP juga mengatur dua hal utama yaitu, asas dan tujuan, UU ini diselenggarakan berdasarkan asas keadilan, kesederhanaan, efisiensi, kepastian hukum, kemanfaatan dan kepentingan nasional. Sedangkan tujuan dibentuknya UU ini adalah, untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian yang berkelanjutan dan mendukung percepatan pemulihan ekonomi, mengoptimalkan penerimaan negara guna membiayai pembangunan nasional secara mandiri menuju masyarakat Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera, mewujudkan sistem perpajakan yang lebih berkeadilan dan berkepastian hukum, melaksanakan reformasi administrasi, kebijakan perpajakan yang konsolidatif dan perluasan basis pajak, serta meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak. Ruang Lingkup Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan meliputi : Pemberlakukan Nomor Induk Kependudukan (NIK) menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) dengan tetap memperhatikan syarat subjektif dan objektif. Penurunan besaran sanksi dan pengenaan sanksi dengan menggunakan suku bunga acuan dan uplift factor pada saat pemeriksaan dan WP tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) atau membuat pembukuan. Kemudian Kesetaraan pengenaan sanksi melalui penurunan sanksi terkait permohonan keberatan atau banding WP. Pengaturan asistensi penagihan pajak global. Pengaturan pelaksanaan Mutual Agreement Procedure (MAP) agar dapat berjalan secara simultan dengan proses keberatan atau banding. Kewenangan pemerintah untuk melaksanakan kesepakatan di bidang perpajakan dengan negara mitra secara bilateral maupun multilateral. Penegakan hukum pidana pajak dengan mengedepankan ultimum remidium melalui pemberian kesempatan kepada WP untuk mengembalikan kerugian pada pendapatan negara bahkan hingga tahap persidangan, Ruang Lingkup Pajak Penghasilan. Pemberian natura atau kenikmatan kepada pegawai dapat dibiayakan oleh pemberi kerja dan merupakan penghasilan bagi pegawai. Batas peredaran bruto tidak kena pajak bagi OP pengusaha atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp.500 juta. Pemberlakuan tarif PPh Badan menjadi 22% mulai Tahun Pajak 2021. Ruang Lingkup Pajak Pertambahan Nilai meliputi : Penghapusan barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan dan jasa kesehatan dari barang dan jasa yang tidak dikenai PPN (negative list) dan memindahkannya, menjadi barang dan jasa yang dibebaskan dari pengenaan PPN sehingga masyarakat berpenghasilan menengah dan kecil tetap terlindungi dari kenaikan harga karena perubahan UU PPN. Pengurangan atas pengecualian dan fasilitas PPN agar lebih mencerminkan keadilan dan tepat sasaran. Kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% yang mulai berlaku 1 April 2022, kemudian menjadi 12% yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025. Kemudahan dan kesederhanaan PPN dengan tarif final untuk barang atau jasa kena pajak tertentu. Kebijakan dalam Program Pengungkapan Sukarela. Kebijakan I, Kebijakan II, Subyek WP OP dan Badan peserta Tax Amnesty (TA) WP OP, Basis Aset Aset per 31 Desember 2015 yang belum diungkap saat TA Aset perolehan 2016-2020 yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan 2020 Tarif PPh Final. 11% untuk deklarasi. 8% untuk aset Luar Negeri (LN) repatriasi dan aset Dalam Negeri (DN). 6% untuk aset LN repatriasi dan aset DN, yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) kegiatan usaha sektor pengolahan SDA (hilirisasi) renewable energy 18% untuk deklarasi 14%, untuk aset LN repatriasi dan aset DN 12% untuk aset LN repatriasi dan aset DN, yang diinvestasikan dalam SBN/ kegiatan usaha sektor pengolahan SDA (hilirisasi) renewable energy. Selanjutnya Program dilaksanakan selama 6 bulan (1 Januari 2021 sampai dengan 30 Juni 2021) Kebijakan dalam Pengenaan Pajak Karbon. Tarif pajak karbon ditetapkan Rp.30,000 ribu per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara dengan implementasi 1 April 2022, untuk badan yang bergerak di bidang pembangkit listrik tenaga uap batu bara.(rls).
Sumber: