Pakar Hukum Adminstrasi Negara, Prof. Feri Amsari, SH, MH, LL.M., Minta MK Terapkan UU Nomor 8 Tahun 2015

Pakar Hukum Adminstrasi Negara, Prof. Feri Amsari, SH, MH, LL.M., Minta MK Terapkan UU Nomor 8 Tahun 2015

--

JAKARTA.LAMPUNG NEWS PAPER- Pakar Hukum Adminstrasi Negara, Feri Amsari, SH, MH, LL.M selaku ahli pihak terkait dalam sidang pembuktian lanjutan perkara Pilkada Pesawaran meminta kepada Mahkamah Konstitusi (MK) tetap konsisten menerapkan Pasal 158 UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada dalam memeriksa dan mengadili syarat formal pengajuan sengketa hasil pilkada ke MK.

 

Meskipun putusan Mahkamah Konstitusi memiliki kecenderungan tertentu untuk menyampingkan ketentuan pasal 158 tersebut, namun menurutnya harus dengan alasan yang spesifik. “Sehingga diharapkan mahkamah dapat memurnikan proses pemilihan kepala daerah secara baik yang memenuhi azas dan prinsip penyelenggaraan pemilihan umum,” ujar Feri Amsari dalam kanal youtube Mahkamah Konstitusi saat menghadiri sidang perkara Pilkada Pesawaran, Jumat 7 Februari 2024.

 

Menurutnya, dari ketentuan tersebut, mahkamah tentu sangat hati-hati dan perlu mempertimbangkan apa saja dalil-dalil para pihak agar mahkamah dapat menyampingkan ketentuan ambang batas berperkara di Mahkamah Konstitusi sebagai sebuah peradilan yang punya keinginan mewujudkan demokrasi pemilihan kepala daerah yang baik.

 

Oleh sebab itu, Mahkamah Konstitusi dengan pengabaian pasal 158 tersebut tentu juga perlu dihargai dengan cara pembuktian yang tepat dan dilihat lebih jernih apa yang disampaikan para pihak yang mencoba mendalilkan bahwa telah terjadi pelanggaran administrasi dengan output yang mengatakan bahwa telah terjadi kecurangan TSM atau terstruktur sistematis dan masif.

 

“Namun TSM itu tidak pernah dibuktikan lebih banyak kepada upaya mendalilkan apa yang disebut pelanggaran administrasi, sementara apa yang kita lihat dalam berbagai perkara kasus-kasus pelanggaran administrasi sudah terselesaikan pada tingkat atau lembaga yang sudah ditugaskan untuk menyelesaikan perkara tersebut, dan banyak para pihak juga mencoba mengkaitkan dalil TSM dengan dalil pelanggaran administrasi itu tanpa membuktikan dan tepat alurnya,” terangnya.

 

Padahal lanjut, Feri Amsari, jika memang ini adalah pelanggaran administrasi yang di beberapa putusan Mahkamah juga dapat dikesampingkan untuk menegakkan demokrasi pemilihan kepala daerah dengan baik adalah dengan cara membuktikan apakah memang pelanggaran administrasi itu betul-betul terjadi.

 

“Dan kalau kita lihat dalam berbagai perkara yang lain ada kecenderungan kalau bahasa trennya sekarang yang lebih banyak omon-omonya dibanding upaya membuktikan kebenaran dalil. Nah, kalau kemudian para pihak dengan gegabah menyatakan bahwa penyelenggara sudah lalai karena tidak terpenuhinya syarat, maka orang akan berusaha sedemikian rupa untuk menggagalkan hasil penyelenggaraan Pilkada yang sudah berjalan dengan baik,” jelasnya.

 

Sumber: