Kahut Siger Bori, UMKM Binaan BRI Berkembang Pesat Pakai Ecoprint

Kahut Siger Bori, UMKM Binaan BRI Berkembang Pesat Pakai Ecoprint

--

BANDARLAMPUNG - Buat para pecinta fashion di Lampung, nama Kahut Siger Bori sudah tidak asing lagi. Ya, usaha fashion satu ini punya ciri khas sendiri yang menggunakan bahan-bahan alami untuk membuat motif dan pewarnaan. 

 

Kahut Siger Bori berhasil mencuri perhatian dengan produknya yang unik dan ramah lingkungan. Usaha fashion ini merupakan brand lokal asal Lampung yang berdiri sejak 2018. 

 

Owner Kahut Siger Bori, Anggraeni Kumala Sari mengatakan ia mengusung teknik eco print dalam setiap produknya. 

 

Sejarah Kahut Sigerb Bori bermula saat munculnya kesadaran Anggraeni bahwa bisnis fashion sangat berdampak pada pencemaran lingkungan. 

 

Maka Anggraeni Kumala Sari ingin mencoba sesuatu yang baru dalam usaha fashionnya dengan penggunaan bahan-bahan alami yang ramah lingkungan. 

 

“Awalnya saya punya usaha bordir di Jawa Tengah, dan saya sering berpindah-pindah karena mengikuti suami yang tugasnya berpindah-pindah. Tapi saya tidak bisa lepas dari usaha kriya dan wastra. Selama itu saya selalu memakai bahan-bahan sintetis,” jelasnya.

 

“Kemudian saya mendapat informasi bahwa fashion itu adalah pencemar terbesar di dunia selain plastik. Akhirnya saya pikir harus menggunakan bahan-bahan alami tetapi, maka saya mempelajari dan mencari-cari, akhirnya saya bertemu dengan teknik pewarna alami ecoprint,” tambahnya. 

 

Teknik ecoprint adalah yaitu dengan mencetak atau mewarnai kain menggunakan daun, bunga, kulit kayu, dan sebagainya.

 

Hal itu membuat setiap produk Kahut Sigerbori memiliki keunikan tersendiri dan berpotensi untuk menjadi salah satu brand lokal yang diakui di dalam negeri.

 

Namun pembuatan ecoprint tidaklah mudah. Karena ada banyak factor yang harus diperhatikan agar kain yang diwarnai dan diberi motif tidak gagal. 

 

“Yang pertama kita harus memakai dedaunan yang memiliki tanin atau zat pewarna yang kuat. Kemudian kelembaban udara, PH air sangat berpengaruh. Jadi satu rumah produksi dengan rumah produksi yang lain pasti akan menghasilkan hasil yang berbeda,” jelasnya. 

 

Nama Kahut Siger Bori diambil dari bahas Lampung Pesisir. Kahut yang artinya sayang, Siger artinya mahkota wanita, dan bori diambil dari nama teknik pembuatannya shibori. 

 

Ia mengaku awal berdirinya Kahut Siger Bori tidaklah mudah. Karena modalnya terbatas dan langsung terdampak pandemi covid-19 di awal 2020 lalu. 

 

“Kami tumbuh dan besar di era pandemi, jadi ketika masa pandemi itu memang ada insentif-insentif dari pemerintah untuk lebih memperhatikan UKM agar tetap bisa bertumbuh,” jelasnya. 

 

Anggraeni menyebut Kahut Siger Bori mendapat banyak support dari Bank Rakyat Indonesia (BRI). Support itu sangat besar dampaknya bagi kemajuan usahanya. 

 

“Banyak insentif yang diberikan kepada kami baik kemudian kemudahan mengurus perizinan maupun kesempatan-kesempatan. Alhamdulillah kami merupakan binaan dari Bank Rakyat Indonesia atau BRI,” jelasnya.

 

“Jadi saya ini banyak disupport oleh BRI dalam hal pemasaran, kemudian banyak pelatihan-pelatihan juga dari BRI. Juga sekalian untuk promosi terutama kalau UKM itu kan yang dibutuhkan di mana kita bisa memperluas pasar. Kami itu sering sekali diajak oleh BRI untuk untuk ikut pameran-pameran skala nasional,” jelasnya.

 

Dengan bantuan itu, Anggraeni menyebut dampak ekonominya sangat besar. Bahkan saat ikut satu event hanya dua hari, pendapatannya bisa setara dengan omset sebulan.

 

“Ya otomatis juga pemasukan kita omset, kita ketika pameran itu dalam waktu 2 hari bisa setara dengan hasil yang didapat dalam sebulan,” tandasnya.

 

Perjuangan untuk Kahut Siger Bori kini telah menuai keberhasilan. Awalnya usaha ini dibuma hanya dengan modal yang sangat minim, tidak lebih dari Rp500 ribu untuk membeli 10 meter kain. 

 

Kemudian untuk peralatan yang dibutuhkan hanya memakai peralatan masak seperti panci dan kompor bekas dari dapur yang sudah tidak terpakai. 

 

Kini berbagai produk Kahut Siger Bori tak hanya digemari di wilayah Lampung tapi juga dari berbagai daerah lain. (rls)

Sumber: