IKA FKIP Unila Hasilkan Maklumat Perlindungan Guru
Diskusi Perlindungan Guru IKA FKIP Unila--
BANDARLAMPUNG, LAMPUNGNEWSPAPER.COM – Dalam rangka memperingati Hari Guru Nasional (HGN) 2024, Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung (Unila) mengadakan Focus Group Discussion (FGD) bertema “Perlindungan Guru” di Cafe Satu Kata, Jl. Diponegoro, Enggal, Tanjung Karang Pusat, Bandar Lampung, Senin, 25 November 2024.
Acara dibuka oleh Staf Ahli Gubernur Bidang Kemasyarakatan dan SDM, Intizam, dan menghadirkan sejumlah narasumber, antara lain Kapolda Lampung yang diwakili Kabag Ops Ditbinmas, Kompol Dwi Toni, S.H.; Kajati Lampung yang diwakili Asisten Intelijen Kejati Lampung, Dr. Fajar Gurindro, S.T., S.H., M.H.; Dekan FKIP Unila, Prof. Sunyono, M.Si.; Pakar Hukum Unila, Dr. Yusdiyanto, S.H., M.H.; serta praktisi pendidikan, Drs. Gunawan Handoko.
Ketua Umum IKA FKIP Unila, Bustami Zainudin, S.Pd., M.H., dalam sambutannya menjelaskan bahwa kegiatan ini dilaksanakan sebagai respons atas meningkatnya kasus intimidasi dan kriminalisasi terhadap guru. Bustami menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi dunia pendidikan saat ini.
“Perlindungan guru sangat penting dan harus segera diwujudkan. Kita semua merasa risau. Sekarang ini, jika seorang guru menegur atau mendidik muridnya dengan tindakan fisik yang ringan saja, sering kali orang tua tidak menerima dan melaporkannya ke polisi. Jika hal ini dibiarkan, dunia pendidikan akan rusak karena guru merasa takut bertindak,” ujarnya.
Penjabat (Pj) Gubernur Lampung, Dr. Samsudin, S.H., M.H., M.Pd., yang menutup kegiatan tersebut, menyampaikan tiga poin penting untuk menjaga keseimbangan dalam pendidikan di sekolah.
“Kita harus menjaga keseimbangan. Pertama, perlindungan bagi guru. Tindakan seperti cubitan dalam lingkungan sekolah, misalnya, harus dianggap sebagai bagian dari pendidikan sehingga tidak bisa langsung diproses hukum.
Kedua, peran orang tua. Jika mendengar keluhan dari anaknya, orang tua sebaiknya melakukan klarifikasi ke sekolah terlebih dahulu, bukan langsung mencari bukti untuk laporan polisi.
Ketiga, guru harus berhati-hati dan tidak memberikan hukuman fisik yang berlebihan karena sebagai pendidik, mereka tetap terikat oleh hukum. Hindari hukuman fisik yang dapat menimbulkan luka atau memar,” jelas Samsudin.
Pj. Gubernur Samsudin juga membandingkan situasi pendidikan masa kini dengan masa lalu. “Berbeda dengan masa lalu. Dulu, saya pernah dicukur gundul oleh guru, dicubit hingga lebam, dan disuruh membersihkan papan tulis dengan kepala. Orang tua saya malah memarahi saya saat mengadu. Namun sekarang, situasinya berbeda,” ungkapnya.
Samsudin menambahkan bahwa pemerintah akan mendukung penuh perlindungan bagi guru agar mereka dapat mendidik dengan aman.
Dalam kegiatan ini, juga dilakukan penandatanganan maklumat sebagai bentuk peringatan mengenai kondisi pendidikan di Indonesia. maklumat ini ditandatangani oleh seluruh peserta FGD, serta narasumber yang hadir.
Salah satu narasumber, Pakar Hukum Unila, Dr. Yusdiyanto menyampaikan, dalam merealisasikan perlindungan guru, dia mendorong untuk segera membentuk satuan tugas (satgas) perlindungan guru/pendidik di daerah.
Adapun satgas perlindungan guru terdiri dari beberapa unsur: unsur terdiri dari: dinas pendidikan, akademisi, dan unsur lain yang relevan (komite, asosiasi guru/dosen, pers, dst). Masa tugas minimal 4 tahun, dan dapat diperpanjang kembali. Jumlah anggota maksimal 7 orang.
Tugas satgas perlindungan, yakni menyusun program kerja, memberikan advokasi nonlitigasi (konsultasi hukum, mediasi, dan pemenuhan dan/atau pemulihan hak, profesi, keselamatan dan kesehatan kerja, dan HaKI), melaksanakan sosialisasi kebijakan dan program perlindungan.
Sumber: