Dinkes Bandar Lampung Catat Kasus Stunting Capai 0,54 Persen Sejak Januari Hingga November 2025
Selasa 02-12-2025,22:14 WIB
Reporter:
Deka Agustina Ramlan|
Editor:
Deka Agustina Ramlan
--
BandarLampung - Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung mencatat sebanyak 67 ribu bayi telah menjalani pemeriksaan atau skrining stunting sejak Januari hingga November 2025. Dari jumlah tersebut, 256 bayi atau 0,54 persen dinyatakan menderita stunting.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, Muhtadi Arsyad Temenggung, menyampaikan bahwa angka tersebut berada di bawah rata-rata nasional. “Data jumlah yang kita miliki ini di bawah data nasional,” ujarnya, Selasa (2/12/2025).
Muhtadi menegaskan bahwa pengentasan stunting menjadi salah satu prioritas utama Pemerintah Kota Bandar Lampung, sesuai arahan Wali Kota. Salah satu langkah strategis adalah memaksimalkan fungsi puskesmas sebagai garda terdepan pelayanan kesehatan.
Menurut Muhtadi, faktor ketidaktahuan orangtua masih menjadi penyebab utama munculnya kasus stunting.
“Bisa saja keluarganya mampu, tetapi anaknya mengalami stunting. Itu karena pengetahuan orangtua kurang. Secara ekonomi mampu membeli makanan, tapi gizinya tidak tercukupi,” jelasnya.
Karena itu, Dinkes bersama puskesmas dan puskesmas pembantu terus meningkatkan edukasi melalui Posyandu agar semua balita dapat terpantau kondisi kesehatannya. Namun masih ada masyarakat yang enggan memanfaatkan layanan posyandu, termasuk keluarga tidak mampu.
Pemerintah juga memberikan intervensi berupa Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi bayi, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui. Program ini bersumber dari anggaran pemerintah pusat, sementara pengelolaannya dilakukan oleh masyarakat dengan data dari puskesmas.
“Harapannya PMT ini hanya sebagai stimulan. Kita harus mencari penyebab stunting, termasuk faktor pendapatan keluarga,” kata Muhtadi.
Ia menegaskan bahwa upaya mengentaskan stunting tidak hanya menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan. Dinas lain juga berperan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, misalnya melalui bantuan modal usaha dan pendampingan ekonomi.
“Dengan adanya tambahan pendapatan keluarga, tentu akan berpengaruh pada menu makanan dan status gizi anak,” tambahnya.
Muhtadi juga menyebut program Makanan Bergizi Gratis (MBG) sebagai langkah efektif menekan kasus stunting, terutama bagi balita dengan gizi buruk.
“Untuk MBG di sekolah sudah jelas datanya karena terdata di Dinas Pendidikan. Namun balita yang belum usia sekolah tidak tercatat. Inilah yang akan disasar melalui program 3B—bayi, balita, ibu menyusui,” ujarnya.
Sumber: