1.Pertumbuhan ekonomi yang masih di bawah rata rata nasional dan Sumatera.
2.Tingkat kemiskinan yang masih sangat tinggi. Yakni, sebesar 10,62 persen menempatkan Lampung pada posisi ke-3 terendah di Sumatera. Hanya di atas Aceh dan Bengkulu.
Dan berada pada posisi ke-23 dari 38 provinsi di Indonesia.
3.Rendahnya Indeks Prestasi Manusia (IPM), yakni hanya 73,13 persen. Terendah dI Sumatera.
Melihat angka kemiskinan yang masih tinggi dan rendahnya IPM, RMD mengambil kebijakan bahwa pertumbuhan ekonomi Lampung harus berkualitas. Sehinga juga mampu menjawab 2 masalah pokok itu.
Kebijakan itu jelas terlihat dari visi kebijakan ekonomi RMD-Jihan. Yakni, pertumbuhan inklusif, mandiri dan inovatif.
Kata inklusif secara tegas mensyaratkan agar pertumbuhan ekonomi itu harus dihasilkan oleh sektor yang melibatkan banyak pihak. Jadi tidak semata digerakan oleh korporasi besar.
Kata mandiri itu bermakna mengurangi ketergantungan dari impor. Juga dari daerah lain dalam produk, SDM dan lainnya.
Dan itu dilakukan dengan cara melakukan inovasi. Sehingga menghasilkan nilai tambah dan berdaya saing yang dirasakan dan dinikmati oleh semua pihak dan kalangan masyarakat.
Karenanya sangat beralasan jika RMD menyasar pada sektor pertanian. Sebab, lebih dari 70 persen masyarakat Lampung berada di pedesan dan bergerak di bidang pertanian.
Desa dijadikan subyek pembangunan dan penggerak pertumbuhan ekonomi. Sehingga menjawab 3 masalah pokok yang dihadapi Lampung.
1.Pertumbuhan ekonomi meningkat dan tercapai pemerataan.
2.Tingkat kemiskinan menurun karena selama ini desa menjadi kantong kemiskinan.
3.IPM dapat meningkat karena kapasitas dan kualitas SDM meningkat. Taraf kesejahteraan masyarakat desa meningkat dan pendapatan masyarakat desa juga meningkat.
Atas dasar itulah akhirnya RMD-Jihan merumuskan program Desaku Maju. Program terpadu yang melibatkan banyak pihak.