LAMBAR,LAMPUNGNEWSPAPER – Bupati Lampung Barat Parosil Mabsus soroti konflik Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) dan satwa liar Harimau dan Gajah yang meresahkan masyarakat Kecamatan Suoh dan Bandar Negeri Suoh beberapa waktu ini meneror masyarakat.
Menurut Parosil Mabsus hal tersebut merupakan permasalahan yang serius, perlu adanya pengkajian, penanganan, penyelesaian dan penanganan dari seluruh aspek, baik Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat, Poltri, TNI, TNBBS maupun pihak terkait yang sesuai dengan koridor aturan yang berlaku baik UUD atau Pilpres. "Hari ini Lampung Barat yang menjadi sorotan adalah keresahan yang terjadi di Suoh dan Bandar Negeri Suoh terutama masyarakat yang berkebun di wilayah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) ini bermula dari adanya konflik satwa liar," Kata Parosil saat melakukan
menggelar acara silaturahmi bersama seluruh wartawan pada Senin (10/03/2025), di Aula Kagungan Pemkab setempat.
Kata dia, dirinya sangat setuju kalau memang harus diturunkan, akan tetapi harus ada solusi yang tidak merugikan semua pihak, dan tidak bisa semerta-merta, harus dipelajari dulu dampaknya, karena nanti semua dampaknya akan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
BACA JUGA:Temu Sapa Media Massa, Parosil Ungkap Program Hingga Peran Media
“Sebelum mengambil keputusan, sebelum melaksanakan sosialisasi, sebelum menjalankan peraturan, koordinasi dulu dong dengan yang punya wilayah, yakni pemerintah daerah dalam hal ini yakni bupati, Masa iya peraturan baru turun langsung dilaksanakan, harusnya ada turunannya dulu,” ujarnya
Lanjut Parosil, dari dulu yang namanya kawasan memang dilarang di garap, jangankan digarap, masuk saja tidak boleh, tapi harus kita sadari dan pahami, yang menggarap itu rakyat indonesia yang tidak punya lahan pertanian yang dikelola, jadi memang seharusnya menjadi kewajiban pemerintah untuk melindungi.
“Jadi kalau kita mau menegakkan peraturan yang bisa merugikan mereka, lakukanlah dengan persuasif, humanis dan juga saran, jangan tiba-tiba diberikan instruksi diturunkan dalam dua minggu, kalau seperti itu otomatis masyarakat nangis, takut dan trauma,” tegasnya.
Paling tidak kata dia, lakukan pemanggilan dulu ke masyarakatnya, duduk bersama dan diberikan penjelasan.
“Karena kita ini kan mewakili rakyat, mewakili negara, toh dalam undang-undang dasar jelas tertera tugas negara adalah melindungi rakyat, mencerdaskan, dan mensejahterakan rakyatnya,” jelasnya.
Lebih jauh kata dia, meskipun saat ini masyarakat melakukan kesalahan, namun tetap harus melakukan pendekatan secara persuasif, secara kemanusiaan yang lebih bijaksana, seandainya memang harus adanya kebijakan dari kementerian misalnya, seperti mengharuskan mereka turun, paling tidak kasihlah mereka kesempatan untuk memetik kopinya dulu.
“Jangan karena ada peraturan baru langsung mau di tebas-tebas aja, jangan sampai kejadian tahun 1994 terjadi kembali di Lampung Barat ini, saat itu orang nya disuruh turun, kopinya di tebang, gubuknya dibakar, hingga saat itu banyak masyarakat kita yang stres karena kehilangan harta yang selama ini menghidupi keluarga mereka,” tambahnya.
“Intinya saya mendukung jika memang ada kebijakan tapi harus ada solusi untuk mereka,” pungkasnya.