LAMPURA, LAMPUNG NEWSPAPER-Kabupaten tertua di Provinsi Lampung kembali 'tertampar' wajahnya. Pasalnya potret kemiskinan di Bumi Ragem Tunas Lampung makin kentara dengan ditemukan keluarga miskin ekstrem yang tinggal di gubuk bekas kandang kambing.
Deri Supriyadi, (34) warga Desa Suka Maju Kecamatan Abung Tinggi, pasrah dengan nasib yang Ia tanggung bersama pasangan hidup dan tiga orang buah hatinya yang masih kecil. Ia dan keluarga kecilnya itu terpaksa bertahan hidup di gubuk reyot bekas kandang kambing berukuran 2 x 2 meter milik kerabatnya.
Berbagai upaya sudah ditempuh ayah tiga anak ini untuk mendapatkan bantuan rumah layak huni dari pemerintah.
Namun, harapannya selalu kandas di tengah jalan. Hingga sekarang mereka masih tinggal berdesakan di gubuk reyot, meski Pemerintah Lampung Utara, setiap tahun menganggarkan bantuan rumah layak huni dalam jumlah banyak.
BACA JUGA:Wakil Wali Kota Metro Bakal Dukung Program Penjaringan Atlet Silat
Dalam kesehariannya, Deri bekerja sebagai buruh serabutan di desanya. Sehingga tak sanggup membangun rumah yang layak huni. Pendapatan nya terkadang tidak mencukupi kebutuhan dapur sehari-hari.
Dikatakannya, setiap tahun ada saja yang datang ke gubuknya dengan mengusung janji akan diberikan bantuan rumah layak huni.
“Kalau ngumpulin data itu sudah enggak terhitung bang. Katanya sih untuk diuruskan bantuan bedah rumah, tapi sampai sekarang enggak ada," tutur dia, saat menerima kunjungan awak media, Sabtu 22 Februari 2025.
Getirnya hidup, rupanya bukan saja dirasakan Deri seorang, setidaknya di pedukuhan itu ada beberapa warga lain yang hampir mirip kisah hidupnya selama berjuang menghadapi kerasnya kehidupan.
Warga dusun IV Desa Suka Maju, Husairi, dan Dedi Sanjaya yang masih memiliki hubungan kekerabatan ini juga menjadi 'korban harapan palsu' program pengentasan kemiskinan.
Husairi mengaku heran dengan skala prioritas penyaluran rumah bantuan pemerintah di desanya. Kebanyakan yang menerima bantuan rumah layak huni dari Pemerintah Lampung atau Pemkab Lampung Utara dalah orang yang terlihat mampu, bukan orang miskin seperti mereka.
Mereka harus bertahan di gubuk reyot berdinding pelupuh bambu, karena tidak memiliki cukup uang untuk membangun rumahnya.
"Saat ini hanya BLT-DD yang membantu menyambung hidup, syukur Alhamdulillah masih ada bantuan yang kami dapat. Semoga saja masih tersisa harapan masa depan yang lebih baik untuk buah hati kami kelak," ucapnya lirih.
(Prn/Iwn/Wan)