Tingkatkan Reputasi Internasional, UIN Raden Intan Lampung Gelar FGD Penguatan Tata Kelola Kerja Sama

Tingkatkan Reputasi Internasional, UIN Raden Intan Lampung Gelar FGD Penguatan Tata Kelola Kerja Sama

Tingkatkan Reputasi Internasional, UIN Raden Intan Lampung Gelar FGD Penguatan Tata Kelola Kerja Sama--

BANDARLAMPUNG, LAMPUNGNEWSPAPER – Dalam upaya memperkuat tata kelola kerja sama dan meningkatkan reputasi internasional, Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Penguatan Tata Kelola Kerja Sama PTKIN untuk Meningkatkan Reputasi Internasional, Senin (10/11/2025).

Kegiatan yang berlangsung di Ruang Rapat Lantai 8 Gedung Academic & Research Center ini diinisiasi oleh Humas dan Kerja Sama Biro Administrasi Akademik, Kemahasiswaan, dan Kerja Sama (AAKK) UIN RIL.

FGD ini menghadirkan narasumber Kepala Biro Hukum dan Kerja Sama Luar Negeri (HKLN) Kementerian Agama RI, Imam Syaukani, S.Ag., M.H., dengan peserta dari jajaran pimpinan universitas serta tim International Office (IO) UIN RIL. Acara dipandu oleh Ketua Tim Humas dan Kerja Sama, Novrizal Fahmi.

Dalam sambutannya, Kepala Biro AAKK, Dr. H. Abdul Rahman, M.Pd., menyampaikan pentingnya memahami aturan dan tata kelola dalam setiap kerja sama yang dilakukan oleh satuan kerja di lingkungan UIN RIL.

“Masih banyak di antara kita yang belum memahami secara jelas tentang prosedur kerja sama. Kadang langsung dilaksanakan oleh fakultas atau program studi tanpa melalui proses yang semestinya. Padahal, ada aturan dan tahapan yang harus dilalui, termasuk dalam perjalanan dinas luar negeri,” ujarnya.

Ia menekankan, setiap kegiatan kerja sama maupun perjalanan dinas luar negeri perlu mendapatkan izin dan diketahui oleh pimpinan. “Harapannya, tata kelola kerja sama di kampus ini semakin baik sehingga dapat mendukung peningkatan reputasi internasional,” tambahnya.

Sementara itu, Imam Syaukani dalam paparannya menjelaskan bahwa pengelolaan kerja sama di lingkungan Kementerian Agama diatur dalam PMA Nomor 40 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Kerja Sama, yang mencakup kerja sama dalam dan luar negeri.

“Pada prinsipnya sama, hanya berbeda pada ruang lingkup dan lokasi kegiatan. Yang penting, kerja sama dilakukan secara setara, saling menghormati, dan saling memberi manfaat,” jelasnya.

Ia menegaskan bahwa setiap kerja sama harus dibuktikan dengan dokumen resmi, baik berupa Nota Kesepahaman (MoU) maupun Perjanjian Kerja Sama (PKS), sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam regulasi.

“MoU biasanya bersifat gentlemen agreement yang menunjukkan komitmen bersama, sedangkan PKS berisi hak dan kewajiban kedua belah pihak,” jelasnya.

Imam juga menyoroti pentingnya kehati-hatian dalam menyusun kerja sama agar tidak menimbulkan kerugian atau ketimpangan posisi antara pihak-pihak yang terlibat. Ia menegaskan, sesuai statuta UIN RIL tahun 2017 yang kini sedang direvisi, Rektor memiliki kewenangan dalam pembuatan nota kesepahaman, sedangkan Dekan, Direktur, atau Ketua Prodi hanya dapat membuat perjanjian kerja sama teknis dengan sepengetahuan Rektor.

“Kalau ada pejabat di bawah rektor membuat kerja sama tanpa sepengetahuan pimpinan, itu bisa disebut offside,” tegasnya.

Dalam kesempatan itu, Imam juga membahas Prosedur Perjalanan Dinas Luar Negeri (PDLN) yang sering kali terkendala dalam proses perizinan. Menurutnya, pengajuan perjalanan luar negeri yang seluruh biayanya bersumber dari kampus cenderung ditolak. Namun, jika biaya ditanggung bersama (sharing cost) atau sepenuhnya oleh sponsor, peluang disetujuinya sangat besar.

“Yang berpeluang besar disetujui adalah kegiatan yang menggunakan sharing cost antara kampus dan mitra, seperti konferensi atau riset kolaboratif. Jika seluruhnya dibiayai sponsor, peluang diterima bahkan hampir seratus persen,” terangnya.

Sumber: